HUBUNGAN INTERPERSONAL
MODEL-MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL
Menurut model ini, hubungan antar pribadi
yang tidak memuaskan merupakan sumber utama penyebab tingkah laku maladaptif.
Menurut teori pertukaran social (‘social exchange’, Thibaut dan Kelley, 1959),
misalnya, manusia saling menjalin hubungan dengan tujuan memuaskan kebutuhan
masing-masing.Setiap orang mengharapkan sesuatu dari hubungannyadengan orang
lain, sehingga hubungan antar pribadi tersebut pada dasarnya tidak berbeda
dengan hubungan jual beli. Bila dalam hubungan tersebut salah satu pihak merasa
bahwa keuntungan yang diterimanya tidak sepadan dengan pengorbanan yang telah
diberikannya, maka ia akan merasa rugi dan menderita. Kalau ia memiliki cukup
kebebasan, mungkin ia akan memutuskan hubungan tersebut. Sebaliknya, kalau ia
tidak dapat keluar dari situasi hubungan tidak adil yang menimbulkan
penderitaan itu, setelah melewati batas kemampuan tertentu, mungkin ia akan
ambruk terjerembab ke dalam psikopatologi.
Maka, menurut model interpersonal, tujuan
psikoterapi adalah menolong individu keluar dari hubungan yang bersifat
patogenik atau menimbulkan masalah, dan mengembangkan hubungan-hubungan baru
yang lebih memuaskan.
Karya Asch Berkembang dalam penelitian
tentang Conformity (Persesuaian) dan dalam pembentukan kesan. Disini Asch menguraikan
bagaimana orang mengambil makna dari informasi yang di terima. Pengaruh
Psikologi Gestalt pada Asch menghasilkan dua pendapat antara lain: pertama bahwa unsur-unsur informasi yang
masuk dapat berubah oleh keterkaitannya, sehingga setiap unsure bisa tampil
berbeda bila berada dalam struktur yang berbeda pula. Kedua, pengenalan kembali kesadaran dan pertimbangan pada orang
lain membuat jenis tanggapan kita atasnya berbeda sekali dibandingkan dengan
tanggapan kita terhadap kesatuan-kesatuan lain. Karena itu dalam bukunya Social Psychology, Asch mengatakan bahwa
psikology social tidak dapat dikembalikan pada psikology individu. Tahun 1938 Asch, Block dan Hertzman melakukan
berbagai studi mengenai penilaian tentang orang-orang yang tampak dlam foto, ahli-ahli
politik, kelompok-kelompok profesi, serta semboyan-semboyan politik. Hasil
penemuan ketiga ahli tersebut adalah orang terpengaruh dengan laporan-laporan
mengenai pendapat-pendapat “sejumlah besar orang”, atau pendapat-pendapat “para
psikolog terkemuka senegeri”. Mereka juga menarik kesimpulan bahwa bila subyek
memiliki pengetahuan objektif mengenai keadaan, akan menghasilkan sikap yang
lebih mantap dan lebih bersifat melawan perubahan. Dalam penelitian
selanjutnya, mereka menemukan bahwa pengaruh social sering sangat kuat
mempengaruhi keputusan individu seseorang. Orang bisa terpengaruh dan mengikuti
pendapat atau pandangan baik politik maupun prinsip hidup orang yang
jelas-jelas salah.
Asch juga membuat penelitian mengenai impression formation (pembentukan kesan). Pada tahun 1946, Asch melaporkan sepuluh percobaan mengenai hal ini. Dari
kesepuluh percobaan itu, Asch menarik kesimpulan bahwa perubahan-perubahan yang
dihasilkan dalam kesan-kesan menurut pengaruh urutan dan dengan penggantian sebuah
kata saja dalam daftar, hanya dapat ditafsirkan menurut istilah-istilah
Gestalt. Selain itu Asch juga tertarik untuk meneliti pelukisan sifat-sifat
pribadi dalam bentuk metafora yang ada dalam berbagai bahasa. Terakhir, Asch
bersama Zukier meneliti informasi cirri kepribadian yang berlawanan pada tahun
1984.
Secara umum dapat kita simpulkan bahwa
cirri tulisan dan penelitian Asch adalah mengkombinasikan kebiasaan berfikir
tradisional Gestalt dengan pendekatan eksperimental para psikolog Amerika
Serikat zamannya. Dan Asch telah member kontribusi penting dalam 4 bidang:
martabat suatu saran (prestige suggestion),
konformitas (conformity), dan
persahabatan (association).
INTIMASI DAN HUBUNGAN PRIBADI
a. Menyukai (Liking)
Dua individu yang berbeda jenis kelamin
sama-sama merasa terdorong untuk saling memperhatikan satu sama lain. Hubungan
mereka sangat akrab, yaitu ditandai keinginan mengungkapkan pengalaman,
perasaan ataupun pemikirannya. Namun keduanya tidak memiliki hasrat untuk
melakukan hubungan seksual dan tidak ada ikatan untuk melanjutkan ke jenjang
pernikahan. Hal ini lebih tepat diterapkan pada hubungan persahabatan
(pertemanan)
b. Infatuasi (Infatuation)
Terjadinya dua individu yang berbeda jenis
kelamin yang hanya didasari unsure nafsu biologis (Passion) semata. Dalam hubungan tersebut, tidak ada unsur keakraban
(intimasi) ataupun komitmen untuk mempertahankan hubungannya. Setelah kebutuhan
biologis (seksual)nya terpenuhi, mereka tidak ada lagi hubungan pribadi.
Hubungan ini ditemukan pada individu yang menyalurkan kebutuhan seksualnya di
tempat pelacuran, diskotek, atau mereka yang melakukan pemerkosaan.
c. Cinta yang kosong (Empty
Love)
Jenis cinta ini hanya didasarkan pada
unsure komitmen, tetapi tidak ada unsure nafsu biologis (passion) ataupun intimasi. Masing-masing individu bertekad untuk
mempertahankan hubungan tersebut, tetapi keduanya tidak ada kemauan untuk
melakukan hubungan seksual ataupun menjalin komunikasi secara hangat, mesra dan
akrab. Jenis cinta ini dapat ditemukan pada mereka yang melakukan hubungan
cinta, tetapi dibatasi jarak yang sangat jauh. Misalnya, dua orang mahasiswa
yang bercinta, tetapi tinggal di
wilayah, daerah atau negara yang berbeda.
d. Cinta Romantis (Romantic
Love)
Adalah dua individu yang berbeda jenis
kelamin yang menjalin hubungan cinta
didasarkan atas unsur keakraban (intimasi) dan nafsu seksual, tetapi tidak ada
niat untuk meneruskan ke jenjang pernikahan. Keduanya tampak akrab dan kadang
dalam keakraban tersebut disertai dengan perilaku seksual (pegangan tangan,
pelukan, ciuman, bahkan hubungan seksual). Hubungan cinta romantic tampak pada
kisah cerita film “Romeo and Julliet” karya Shakespeare. Atau bisa jadi pada
hubungan cinta dua remaja, yang kemudian si gadis hamil, tetapi remaja prianya,
melarikan diri dan tidak mau bertanggung jawab.
e. Cinta Persahabatan (Companionate
Love)
Hubungan antara dua individu berbeda jenis
kelamin yang hanya didasarkan atas unsure intimasi saja, tetapi tidak disertai
dengan keinginan menyalurkan hubungan seksual ataupun untuk meningkatkan ke
jenjang pernikahan. Hubungan ini terjadi pada merekan yang telah menikah,
kemudian salah seorang diantaranya menjalin relasi dengan individu lain.
Misalnya, Rudy (28 tahun), telah menikah dengan Sandra (27) dan mempunyai satu
orang anak. Sebelum menikah semasa duduk di SMU, Sandra telah berpacaran dengan
Tony (teman SMU), tetapi karena berbeda tempat kuliahnya, kemudian hubungan itu
putus. Sementara itu, Tony pun sudah menikah dengan Jeny, teman kuliahnya.
Namun, antara Tony dan Sandra, masih berhasrat meneruskan hubungan kekasih (cinta persahabatan).
f. Cinta Fateus (Fateus Love)
Hubungan percintaan dari dua individu yang
berbeda jenis kelamin, yang didasari unsur passion dan komitmen, tetapi tidak
ada unsur intimasi. Dalam melakukan relasi tersebut, individu dapat melakukan
perilaku seksual dan keduanya terdorong mempertahankan ikatan itu. Hal ini
kemungkinan agar keduanya leluasa dapat menyalurkan kebutuhan seksual. Namun,
diantara kedua individu itu tidak menampakkan hubungan yang hangat, akrab dan
cenderung tidak mau member perhatian serius. Hubungan antar individu tersebut
dapat terjadi pada individu-individu yang belum menikah ataupun yang sudah
menikah. Mereka yang menikah, karena dijodohkan kedua orang tua, bisa jadi
memiliki jenis cinta ini.
g. Cinta Sejati
Jenis cinta ini (Consumate love) dapat terjadi jika ada ketiga unsure, yaitu hawa
nafsu biologis (passion), intimasi dan
komitmen. Dua individu yang sama-sama memiliki ketiga unsur ini umumnya dapat mempertahankan hubungan percintaan sampai langgeng. Mereka tidak akan mudah menyerah atau
putus asa ketika harus menghadapi berbagai penderitaan, cobaan ataupun
rintangan. Dengan adanya penderitaan itu, justru makin memperkuat tekadnya
untuk membuktikan rasa cinta kepada pasangan hidupnya. Jadi, suka duka dan
derita-bahagia diarungi bersama. Masing-masing saling menunjukkan perilaku
cinta (love behavior), artinya
masing-masing individu berupaya untuk berbuat sesuatu untuk menyenangkan, menggembirakan
atau membahagiakan pasangan hidupnya. Ketika salah seorang dalam keadaan sakit,
menderita atau mengalami kemalangan, yang satunya berusaha menghibur dan
menguatkan hatinya agar tabah menjalani kehidupan. Jenis cinta ini didasari
nilai-nilai kejujuran, ketulusan, kesetiaan, kebersamaan, keharmonisan,
tanggung jawab, kepercayaan dan saling pengertian.
Menurut Sternberg, yang paling dapat dipertahankan secara langgeng-abadi ialah
jenis cinta sejati (Consumate love).
Memudarnya salah satu nilai-nilai cinta tersebut akan mempengaruhi keutuhan
hubungan suami-istri, keutuhan keluarga bahkan dapat berakhir dengan
perceraian.
Sumber:
Supratiknya, A. 1999. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya. Jakarta: Grasindo.
Dariyo, Agoes. 2008. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar