Senin, 22 April 2013

TULISAN 3


KOPING (COPING) STRES


A. Pengertian Koping

Koping adalah tahapan khusus dari reaksi individu terhadap stresor, khususnya, suatu reaksi terhadap stresor yang menghapus, mengurangi, atau menggantikan status emosi yang diklasifikasikan sebagai penuh stres.



B. Jenis-jenis Koping


Lazarus dan Folkman (1984), membagi coping yang dilihat dari fungsinya menjadi dua bagian yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Secara umum, Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bahwa emotion-focused coping muncul pada keadaan mengancam, berbahaya, dan menantang yang sudah tidak dapat diubah lagi kondisinya. Sedangkan problem-focused muncul saat kondisinya masih ada kemungkinan berubah dan dapat diperbaiki.

Problem-focused coping mengarah pada penyelesaian masalah, seperti mencari  informasi mengenai  suatu  masalah,  mengumpulkan  solusi-solusi  yang dapat dijadikan alternatif, mempertimbangkan alternatif dari segi biaya dan manfaatnya, memilih alternatif, dan menjalani alternatif yang dipilih (Lazarus & Folkman, 1984). Jadi dalam problem-focused tidak hanya berencana sebanyak mungkin, tapi segera melakukan rencana terbaik dari semua pilihan yang ada.

Emotion-focused coping menurut Lazarus dan Fokman (1984), merupakan sekumpulan   proses   kognitif   yang   diarahkan   untuk   mengurangi   penderitaan emosional  dan  mencakup  strategi  seperti  menghindari,  meminimalisir,  menjaga jarak, selektif memilih perhatian, perbandingan positif, dan mencari nilai positif dari sebuah peristiwa negatif. Orang menggunakan emotion-focused untuk mempertahankan harapan dan optimisme, menyangkal fakta dan implikasinya, menolak mengakui hal terburuk, bertindak seolah-olah hal yang terjadi bukan hal yang  penting, dan  lainnya  di  mana  kesemua proses  tersebut memberi sebuah penipuan atau distorsi kenyataan pada diri mereka sendiri.


Vitaliano, Russo, Carr, Maiuro, dan Becker (1985, dalam Primaldhi, 2006) dalam alat ukurnya yang merevisi alat ukur Ways of Coping dari Lazarus & Folkman (1984), membagi emotion-focused coping ke dalam tiga dimensi yaitu:
1. Self blame merupakan cara seseorang mengatasi masalah dengan mengakui bahwa masalah yang ada merupakan akibat dari dirinya sendiri.
2. Avoidance merupakan cara seseorang mengatasi masalah dengan menghindar atau melarikan diri dari masalahnya.
3. Wishful thinking merupakan cara seseorang meredam masalahnya dengan membayangkan bahwa masalahnya tidak ada atau sudah selesai.



C. Jenis-jenis Koping yang Konstruktif dan Positif

Koping yang Konstruktif (Adaptif)

Merupakan suatu kejadian dimana individu dapat mengatur berbagai tugas mempertahankan konsep diri, mempertahankan hubungan dengan orang lain, mempertahankan emosi dan pengaturan stres. Karakteristiknya sebagai berikut:
1. Dapat menceritakan secara verbal tentang perasaan.
2. Mengembangkan tujuan yang realistis.
3. Dapat mengidentifikasi sumber koping.
4. Dapat mengembangkan mekanisme koping yang efektif.
5. Mengidentifikasi alternatif strategi.
6. Memilih strategi yang tepat.
7. Menerima dukungan.
 




Sumber:
Wong, Donna. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.


TULISAN 2


PENGERTIAN STRES



A. ARTI STRES

Ada beberapa pengertian tentang stres. Beberapa ahli memberikan stres sebagai respon fisiologik (badani), psikologik, dan perilaku seseorang individu dalam menghadapi penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal (dari dalam tubuh) ataupun eksternal (dari lingkungan). Sementara Hans Selye mengartikan bahwa stres adalah tanggapan tubuh yang bersifat non-spesifik terhadap setiap tuntutan terhadapnya. Stres juga dapat diartikan sebagai keadaan di dalam hidup seseorang yang menyebabkan ketegangan atau dysforia (kesedihan).



B. EFEK STRES

Pada 1950-an, seorang dokter asal Amerika bernama Hans Selye mengidentifikasi ada 3 tahap saat manusia merespon stres:

Tahap Peringatan

Stressor akan memicu reaksi biokimia bernama respons "hadapi-atau-lari". Akibatnya, hormon stres dilepas ke aliran darah dan mengakibatkan gejala seperti tekanan darah dan detak jantung meningkat, kadar gula darah dan kolesterol meningkat, napas tersengal dan sesak, otot tubuh mengencang, sistem pencernaan terganggu, kekebalan tubuh menurun, dan emosi meningkat.


Tahap Adaptasi

Saat penyebab stres dihadapi dan diatasi, fungsi kerja tubuh akan kembali normal. Namun, apabila penyebab stres itu dibiarkan berlarut-larut, tubuh akan terbiasa dengan gejala-gejala tersebut. Walaupun seolah-olah tubuh kembali ke tahap normal, sebenarnya tubuh menggunakan cadangan energi secara besar-besaran yang akhirnya akan memepengaruhi efisiensi tubuh, mengakibatkan mudah lelah, mudah tersinggung, dan tidak bersemangat.


Tahap Jenuh

Stres jangka panjang akan mengakibatkan kejenuhan dan mengubah keseimbangan hormon tubuh. Kekebalan tubuh akan menurun, metabolisme melambat, dan kemampuan tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak menurun. Kondisi ini akan mengakibatkan proses penuaan yang lebih cepat, peningkatan berat badan yang pesat, dan mudah terserang penyakit.





C. FAKTOR INDIVIDUAL DAN SOSIAL YANG MENJADI PENYEBAB STRES

Faktor Individu

Pola tingkah laku Tipe A adalah sekelompok karakteristik (rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan keras, tidak sabar, dan sikap bemusuhan) yang dianggap berhubungan dengan masalah jantung. Penelitian mengenai pola tingkah laku Tipe A pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa anak-anak dan remaja dengan pola tingkah laku Tipe A cenderung menderita lebih banyak penyakit, gejala gangguan jantung, ketegangan otot, dan gangguan tidur, dan bahwa anak-anak dan remaja dengan Tipe A biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki pola tingkah laku Tipe A. Lazarus percaya bahwa stres pada remaja tergantung pada bagaimana mereka membuat penilaian secara kognitif dan menginterpretasikan suatu kejadian. Penilaian kognitif menurutnya untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang (penilaian primer) dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif (penilaian sekunder). Strategi pendekatan biasanya lebih baik daripada strategi menghindar.


Faktor Sosial dan Budaya

Akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari kontak yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Stres akulturatif adalah konsekuensi negatif dari akulturasi. Anggota kelompok etnis minoritas sepanjang sejarah telah mengalami sikap bermusuhan, prasangka, dan ketiadaan dukungan yang efektif selama krisis, yang menyebabkan pengucilan, isolasi sosial, dan meningkatnya stres yang berat bagi remaja dan keluarganya. Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak memadai, lingkungan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat, dan ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan stresor yang kuat dalam kehidupan warga yang miskin. Kemisikinan terutama dirasakan berat di kalangan remaja dari etnis minoritas dan keluarganya.





D. TIPE-TIPE STRES

Konflik

Menurut Soerjano Soekanto, konflik merupakan pertentangan untuk berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan.


Tekanan

Dapat timbul dari internal dan eksternal pada diri kita. Tekanan lebih sering timbul dari kondisi eksternal kita, yaitu lingkungan.


Frustasi

Timbul ketika kita mendapatkan kejadian yang tidak menyenangkan, misal mendapatkan nilai buruk, padahal sudah belajar dengan sungguh-sungguh. Ini akan mengakibatkan seseorang frustasi, bahkan bisa mencapai putus asa. 


Kecemasan

Timbul ketika kita mendapatkan kepanikan yang berlebihan, lalu kita tidak dapat mengontrolnya, sehingga timbul kecemasan dan tidak bisa menghadapi lingkungan sekitarnya.






E. PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP STRES

Strategi koping yang berhasil mengatasi stres harus memiliki 4 komponen pokok:

  1. Peningkatan kesadaran terhadap masalah: mengetahui dan memahami masalah serta teori yang melatarbelakangi situasi yang tengah berlangsung.
  2. Pengolahan informasi: suatu pendekatan dengan cara mengalihkan persepsi sehingga ancaman yang ada akan diredam. komponen ini meliputi pengumulan informasi dan pengkajian sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.
  3. Pengubahan perilaku: suatu tindakan yang dipilih secara sadar dan bersifat positif, yang dapat meringankan, meminimalkan, atau menghilangkan stressor.
  4. Resolusi damai: suatu perasaan bahwa situasi telah berhasil di atasi.




Sumber:

Suharjo. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta: Kanisius.
Sindhu, Pujiastuti. 2009. Seri Bugar Hidup Sehat dan Seimbang dengan Yoga: Daily Practice. Bandung: Qanita.
Santrock, John. 1996. Adolescence, 6th Edition. Jakarta: Erlangga.
Pudjiastiti, Puline. Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Grasindo
National Safety Council. 2003. Manajemen Stres. Jakarta: EGC.

Selasa, 09 April 2013

TULISAN 1

TEORI KEPRIBADIAN SEHAT 

A. ALLPORT

Berikut adalah tujuh kriteria dari Allport tentang sifat-sifat khusus kepribadian yang sehat.

1. Perluasan Perasaan diri

Ketika orang menjadi matang, ia mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri. Tidak cukup sekadar berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri. Lebih dari itu, ia harus memiliiki partisipasi yang langsung dan penuh, yang oleh Allport disebut "partisipasi otentik".

Orang yang semakin terlibat sepenuhnya dengan berbagai aktifitas, orang atau ide, ia lebih sehat secara psikologis. Hal ini berlaku bukan hanya untuk pekerjaan, melainkan juga hubungan dengan keluarga dan teman, kegemaran, agama dan sebagainya.


2. Relasi Sosial yang Hangat

Orang yang sehat secara psikologis mampu mengembangkan relasi intim dengan orang tua, anak, pasangan, dan sahabat. Ini merupakan hasil dari perasaan perluasan diri dan perasaan identitas diri yang berkembang dengan baik.

Ada perbedaan hubungan cinta antara orang yang neurotis (tidak matang) dan yang berkepribadian sehat (matang). Orang-orang neurotis harus menerima cinta lebih banyak daripada yang mampu diberikannya kepada orang lain. Bila mereka memberikan cinta, itu diberikan dengan syarat-syarat. Padahal cinta dari orang yang sehat adalah tanpa syarat, tidak melumpuhkan atau mengikat.

Jenis kehangatan yang lain, yaitu perasahaan terharu, merupakan hasil pemahaman terhadap kondisi dasar manusia dan perasaan kekeluargaan dengan semua bangsa. Orang sehat memiliki kapasitas untuk memahami kesakitan, penderitaan, ketakutan dan kegagaln yang merupakan ciri kehidupan manusia.

Hasil dari empati semacam ini adalah kesabaran terhadap tingkah laku orang lain dan tidak cenderung mengadili atau menghukum. Orang sehat dapat menerima kelemahan manusia, dan mengetahui dirinya juga memiliki kelemahan. Sebaliknya, orang neurotis tidak mampu bersabar dan memahami sifat universal pengalaman-pengalaman dasar manusia.


3. Keamanan Emosional

Kualitas utama manusia sehat adalah penerimaan diri. Mereka menerima semua segi keberadaan mereka, termasuk kelemahan-kelemahan, dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan tersebut.

Selain itu, kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-emosi mereka, dan tidak berusaha bersembnyi dari emosi-emosi itu. Mereka dapat mengendalikan emosi, sehingga tidak mengganggu hubungan antarpribadi. 

Kualitas lain dari kepribadian adalah sabar terhadap kekecewaan. Hal ini menunjukkan bagaimana seseorang bereaksi terhadap tekanan dan hambatan atas berbagai keinginan. Mereka mampu memikirkan cara yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama.

Orang-orang yang sehat tidak bebas dari perasaan tak aman dan ketakutan. Namun, mereka tidak terlalu merasa terancam dan dapat menanggulangi perasaan tersebut secara lebih baik daripada kaum neurotis.


4. Persepsi Realistis

Orang-orang sehat memandang dunia secara objektif. Sebaliknya, orang-orang neurotis kerapkali memahami realitas disesuaikan dengan keinginan, kebutuhan dan ketakutan mereka sendiri. Orang sehat tidak meyakini bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik menurut prasangka pribadi. Mereka memahami realitas sebagaimana adanya.


5. Keterampilan dan Tugas

Komitmen pada orang sehat begitu kuat, sehingga sanggup menenggelamkan semua pertahanan ego. Dedikasi terhadap pekerjaan berhubungan dengan rasa tanggung jawab dan kelangsungan hidup yang positif.


6. Pemahaman Diri

Hal yang dipikirkan oleh seseorang tentang dirinya, bila semakin dekat dengan yang dipikirkan orang-orang lain tentang dirinya, berarti ia semakin matang. Orang yang sehat terbuka pada pendapat orang lain dalam merumuskan gambaran diri yang objektif.

Orang yang memiliki objektifitas terhadap diri tak mungkin memproyeksikan kualitas pribadinya kepada orang lain. Ia dapat menilai orang lain dengan seksama, dan biasanya ia diterima dengan baik oleh orang lain.


7. Filsafat Hidup

Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh tujuan dan rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya.



B. ROGERS

Rogers memusatkan perhatian pada cara-cara bagaimana penilaian orang-orang terhadap individu, khususnya selama masa kanak-kanak, cenderung memisahkan pengalaman-pengalaman organisme dan pengalaman-pengalaman diri. Rogers berkata, "Apabila individu hanya mengalami penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan ada syarat-syarat penghargaan, harga diri akan menjadi tanpa syarat, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan positif dan harga diri tidak akan berbeda dengan penilaian organismik dan individu akan terus berpenyesuaian baik secara psikologis dan akan berfungsi sepenuhnya". Tetapi karena penilaian-penilaian tingkah laku anak oleh orang tuanya dan orang lain kadang-kadang positif dan kadang-kadang negatif, maka anak belajar membedakan antara perbuatan dan perasaan yang berharga dan yang tidak berharga.

Sedikit demi sedikit sepanjang masa kanak-kanak, konsep diri menjadi semakin menyimpang justru disebabkan karena penilaian orang lain. Akibatnya, suatu pengalaman organismik yang tidak selaras dengan konsep diri yang tak wajar ini akan dirasakan sebagai suatu ancaman dan menimbulkan kecemasan.

Rogers menunjukkan bahwa orang kerapkali mempertahankan dan mengembangkan dengan gigih gambaran diri yang sama sekali berbeda dengan kenyataan. Orang yang merasa bahwa dirinya tidak berharga akan mengeluarkan dari kesadaran evidensi yang bertentangan dengan gambaran ini untuk membuatnya selaras dengan perasaan tidak berharganya. Misalnya, apabila mereka menerima promosi dalam pekerjaan maka mereka akan berkata "majikan merasa kasihan kepada saya" atau "saya tidak pantas menerima promosi tersebut". 

Rogers berkata bahwa objek yang mengancam mungkin dipersepsikan secara tak sadar sebelum sungguh-sungguh dipersepsikan. Objek atau situasi yang mengancam itu, misalnya, bisa menimbulkan degupan jantung, yang dialami secara sadar sebagai perasaan cemas, tanpa orang yang bersangkutan mengetahui sebab dari gangguan itu. Perasan cemas mengaktifkan mekanisme penyangkalan untuk mencegah pengalaman yangmengancam itu agar tidak menjadi sadar.

Keretakan antara diri dan organisme tidak hanya menimbulkan sikap defensif dan distorsi, tetapi juga memengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain. Orang yang defensif cenderung merasa bermusuhan terhadap orang lain karena menurut pandangan mereka tingkah laku orang lain tersebut mencerminkan perasaan mereka yang disangkal.




C. MASLOW


Setiap makhluk hidup mempunyai kebutuhan, tidak terkecuali manusia. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam. Namun, pada hakekatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan dasar tersebut bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk keberlangsungan hidup manusia. Siapapun orangnya pasti memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar.

Lima tingkat kebutuhan dasar menurut Maslow adalah :


1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang sangat primer dan mutlak harus dipenuhi untuk memelihara homeostatis biologis dan kelangsungan kehidupan bagi tiap manusia. Kebutuhan ini merupakan syarat dasar, apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen dapat mengakibatkan ia tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan yang lain, misalnya makanan atau beraktivitas.


2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)

Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan untuk melindungi diri dari berbagai bahaya yang mengancam, baik terhadap fisik maupun psikososial. Kebutuhan keselamatan dan keamanan berkenaan dengan konteks fisiologis dan hubungan interpersonal. Keselamatan dan keamanan dalam konteks secara fisiologis berhubungan dengan sesuatu yang mengancam tubuh seseorang dan kehidupannya. Ancaman bisa nyata atau hanya imajinasi misalnya penyakit, nyeri, cemas dan lain sebagainya.


3. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai (Love and Belongingness Needs)

Kebutuhan cinta adalah kebutuhan dasar yang menggambarkan emosi seseorang. Kebutuhan ini merupakan suatu dorongan di mana seseorang berkeinginan untuk menjalin hubungan yang bermakna secara efektif atau hubungan emosional dengan orang lain. Dorongan ini akan makin menekan seseorang sedemikian rupa, sehingga ia akan berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan akan cinta kasih dan perasaan memiliki. Kebutuhan akan mencintai dan dicintai ini sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian seseorang terutama anak. Kebutuhan cinta orang tua terhadap anaknya diperlukan untuk proses tumbuh kembang anak.


4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Menurut hierarki kebutuhan manusia seseorang dapat mencapai kebutuhan harga diri apabila kebutuhan terhadap mencintai dan dicintai telah terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan harga diri seseorang tampak dari sikap penghargaan diri. Penghargaan diri sering merujuk ke penghormatan diri dan pengakuan diri. Dengan demikian, untuk memiliki harga diri yang positif, seseorang harus menghargai apa pun yang telah dilakukan dan yang akan dilakukan serta harus yakin bahwa apa yang dilakukan benar. Selain itu, orang itu juga harus merasa dibutuhkan dan berguna bagi orang lain serta lingkungannya.


5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)

Kebutuhan aktualisasi diri adalah tingkatan kebutuhan yang paling tinggi menurut Maslow. Oleh karenanya untuk mencapai tingkat kebutuhan aktualisasi diri ini banyak hambatan yang menghalanginya. Secara umum hambatan tersebut terbagi 2 yakni internal dan eksternal. Hambatan internal adalah hambatan yang berasal dari dalam diri seseorang, seperti ketidaktahuan akan potensi diri serta perasaan ragu dan takut mengungkapkan potensi diri, sehingga potensinya terus terpendam. Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar diri seseorang, seperti budaya masyarakat yang tidak mendukung upaya aktualisasi potensi diri seseorang karena perbedaan karakter.




D. FROMM

Menurut Erich Fromm, salah satu ciri pribadi yang sehat adalah adanya kemampuan untuk hidup dalam masyarakat sosial. Masyarakat sangat penting peranannya dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian seseorang merupakan hasil dari proses sosial di dalam masyarakat. Masyarakat yang menjadikan seseorang berkepribadian sehat adalah masyarakat yang hubungan sosialnya sangat manusiawi.
 
Ciri kepribadian sehat menurut Fromm :

1. Orang-orang yang sehat secara psikologis mengontrol kehidupan mereka secara sadar. Walaupun tidak selalu secara rasional, orang-orang sehat mampu secara sadar mengatur tingkah laku dan bertanggung jawab terhadap nasib mereka sendiri. Mereka, karenanya, tidak suka menyalahkan lingkungan atau mengambing-hitamkan orang lain.

2. Orang yang sehat secara psikologis mengetahui diri mereka apa dan siapa. Mereka menyadari kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan, kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan mereka, dan umumnya mereka sabar dan menerima hal-hal tersebut. Mereka tidak berkeinginan menjadi sesuatu yang bukan mereka. Meski mereka dapat memainkan peranan-peranan sosial untuk memenuhi tuntutan-tuntutan oran lain atau situasi, namun mereka tidak mengacaubalaukan peranan-peranan ini dengan diri merka yang sebenarnya.

3. Mereka bersandar kuat pada masa kini. Meski para ahli teori itu percaya bahwa kita tidak kebal terhadap pengaruh-pengaruh masa lampau, namun tidak seorangpun mengatakan bahwa kita tetap dibentuk oleh pengalaman awal. Di sisi lain, mereka memandang masa depan sebagai sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak mengganti masa kini dengan masa depan.

4. Orang yang sehat secara psikologis tidak merindukan ketenangan dan stabilitas, tetapi mendambakan tantangan dan kegembiraan dalam kehidupan, tujuan-tujuan baru, dan pengalamna-pengalaman baru.



Sumber :

Widyarini, Nilam. 2009. Seri Psikologi Populer: Kunci Pengembangan Diri. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Hall, Calvin. 2010. Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (Organismik-Fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius.
Riyanto, Theo. Jadikan Dirimu Bahagia. 2006. Yogyakarta: Kanisius.
Harefa, Andrias. 2005. Sukses Tanpa Gelar Membangkitkan Roh Keberhasilan dalam Diri Anda. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.