BIOGRAFI
Nama saya
Fitri Jayanthi. Saya lahir pada tanggal 31 Mei 1992, di Rumah Sakit Budhi Jaya,
Jakarta. Saya berjenis kelamin perempuan. Saat ini, saya tinggal bersama kedua
orang tua saya dan adik saya di Depok. Kami semua beragama Islam. Dan kami
berasal dari Sumatera Barat. Saya merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.
Saya memiliki adik laki-laki yang bernama Faris Indra Jaya, yang saat ini
berusia 18 tahun. Selain itu, saya memiliki adik perempuan, yang merupakan anak
bungsu dari keluarga kami, yaitu Finny Dwi Jayanthi, yang lahir pada tanggal 5
Juni 1996. Tetapi adik saya, Finny, telah meninggal dunia pada tanggal 18
Agustus 2011, karena sakit.
Saya memulai
riwayat pendidikan saya pada tahun 1996 di TK Al-Muhajirin, Depok. Saya
menjalani pendidikan di taman kanak-kanak tersebut selama dua tahun. Setelah
itu, saya melanjutkan pendidikan saya pada tahun 1998 di SD Anyelir 1 Depok, selama
6 tahun. Tahun 2004, saya melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Depok. Saat saya di
SMP, saya jarang sekali mengikuti pembelajaran di sekolah, karena saya harus
mengikuti latihan dan berbagai perlombaan renang untuk mewakili sekolah.
Sehingga saat itu saya merasa pendidikan saya tertinggal jauh dari teman-teman.
Tahun 2007, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di SMA Lazuardi GIS
Depok, sekaligus tahun dimana saya memutuskan untuk berhijab. Masa SMA,
merupakan masa dimana saya merasa bahwa saya mempelajari banyak hal yang belum
pernah saya pelajari sebelumnya diluar bidang akademis. Di SMA, saya lebih
fokus kepada belajar, karena saya tidak dapat mengikuti perlombaan maupun
latihan renang kembali, karena saya harus tinggal di asrama.
Tahun 2010,
setelah tamat dari SMA, saya langsung mendaftarkan diri ke Universitas Persada
Indonesia Y.A.I, Salemba, Jakarta. Saya mengambil jurusan Psikologi, yang
merupakan jurusan yang telah saya cita-citakan sejak SMP. Karena lokasi kampus
yang sangat jauh dari rumah saya di Depok, saya memutuskan untuk tinggal di
rumah kos yang jaraknya tidak jauh dari kampus. Karena lokasi kampus yang berada
di pusat kota, banyak sekali polusi, dan seringkali terjadi tawuran antar
mahasiswa, yang membuat saya sulit beradaptasi saat kuliah disana. Saat saya
memasuki bulan ke-4 berkuliah di Y.A.I, tiba-tiba saya terserang penyakit Guilland
Barre Syndrome (GBS). Suatu penyakit langka yang mengakibatkan saya menjadi
lumpuh.
Saat itu,
hari Rabu, merupakan jadwal kuliah terakhir saya. Saya memutuskan untuk pulang
ke Depok menggunakan mobil. Sebelum pulang, saya pergi dengan teman-teman saya
untuk makan siang. Ketika saya ingin makan, saya tidak bisa memegang sendok.
Rasanya tangan saya seperti dililit oleh sarung tangan tebal. Sehingga saat
makan, saya dibantu oleh teman saya. Setelah makan selesai, saya langsung
pulang ke Depok. Tetapi, saat itu saya masih belum menyadari kalau saya sudah dalam
keadaan sakit.
Dalam
perjalanan pulang, terdapat lampu merah di perempatan Tugu Pancoran, sehingga
mengharuskan saya untuk berhenti dan menaikkan rem tangan mobil. Ketika lampu
sudah hijau, saya tidak bisa menurunkan rem tangan mobil kembali. Saya dilanda
rasa panik, karena mobil dan motor yang berhenti di belakang mobil saya tidak
berhenti-hentinya membunyikan klakson kendaraan mereka. Akhirnya, dengan
menggunakan dua tangan dan seluruh tenaga saya, rem tangan mobil tersebut bisa
diturunkan. Saat itu, saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya perbuat.
Saya memberhentikan mobil di pinggir jalan, lalu berusaha untuk membuat
panggilan kepada ibu saya menggunakan handphone.
Tapi, lagi-lagi tangan saya tidak bisa melakukan apa yang otak saya perintahkan.
Saya memutuskan untuk mengendarai mobil kembali sampai rumah. Akhirnya, saya
sampai di rumah dengan selamat. Hati saya senang sekali karena akhirnya saya
bisa sampai di rumah kembali. Tapi perasaan itu hanya berlangsung sesaat,
karena ketika saya keluar dari mobil, saya langsung terjatuh. Kaki saya tidak
bisa menopang tubuh saya. Kaki saya seperti lumpuh dan tidak bisa digerakkan.
Tanpa membuang waktu, saya langsung dibawa ke rumah sakit oleh ibu saya.
Setelah melalui beberapa tes di rumah sakit di Depok, saya dirujuk ke Rumah
Sakit Abdi Waluyo, Menteng, Jakarta. Di RS Abdi Waluyo, terdapat Dokter Ahli Syaraf
Prof. Dr. H. Jusuf Misbach, Sp.S, yang menangani saya. Karena dokter sedang
tidak ada di tempat, saya disarankan untuk dirawat inap. Hanya dalam rentang 1
hari, tubuh saya tidak bisa digerakkan sama sekali. Mulai dari kaki, lama-lama
sampai ke tangan.
Hari Jumat,
saya melakukan tes 'kejut listrik'. Setelah hasil tes keluar, saya diberi tahu
bahwa saya terkena penyakit Guilland Barre Syndrome (GBS). Guilland Barre
Syndrome (GBS) atau radang polineuropati demyelinasi akut adalah peradangan
akut yang menyebabkan kerusakan sel syaraf tanpa penyebab yang jelas (http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_Guillain%E2%80%93Barr%C3%A9).
Saya sangat terkejut sekali mendapatkan kabar tersebut. Apalagi sebelumnya saya
tidak pernah mengalami tanda-tanda yang aneh dalam tubuh saya. Cara penanganan
penyakit ini adalah dengan melakukan cuci plasma darah. Saya melakukan cuci
plasma darah sebanyak 5 kali di RS Dharmais, Jakarta.
Saya dirawat
di rumah sakit selama 1 bulan. Selama berada di rumah sakit, saya menggunakan
tongkat atau kursi roda. Kegiatan saya selama berada di rumah sakit adalah
melakukan terapi agar dapat melakukan kegiatan sehari-hari kembali. Dan yang
paling utama adalah agar bisa berjalan kembali. Motivasi saya untuk sembuh
sangat kuat. Karena saya ingin tetap melanjutkan kuliah di Y.A.I, tanpa
mengulang tahun ajaran. Walaupun usaha saya berbuah hasil, yaitu saya sudah
bisa berjalan dengan menggunakan bantuan tongkat dalam waktu 1 bulan, yang
merupakan waktu tercepat untuk pasien GBS dapat berjalan kembali, tetapi tujuan
saya untuk kembali melanjutkan kuliah harus tertunda. Akhirnya, saya harus
beristirahat total di rumah selama kurang lebih 7 bulan, dan mengundurkan diri
dari UPI Y.A.I. Atas saran dokter, saya diminta untuk menjalankan kuliah di
universitas yang dekat dengan rumah agar orang tua saya bisa menjaga kondisi tubuh
saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk mendaftarkan diri di jurusan yang sama
yaitu Fakultas Psikologi di Universitas Gunadarma, Depok, pada tahun 2011.
Walaupun saya sudah bisa berjalan normal kembali dan menjalankan kuliah seperti
teman-teman, tetapi tubuh saya tidak diperbolehkan untuk cepat lelah. Jadi,
saya tidak bisa mengikuti banyak kegiatan di kampus. Dan saya masih takut jika
saya harus bertemu banyak orang, karena ada sedikit trauma jika virus itu
kembali lagi ke dalam tubuh saya. Sampai saat ini, saya banyak menghindari
pertemuan dengan banyak orang. Dokter juga menyarankan kepada saya agar
menghindari pertemuan dengan banyak orang, apalagi ketika saya sedang terserang
flu.
Saat
ini, saya sedang menjalani kuliah di Universitas Gunadarma, Fakultas Psikologi,
semester 5. Selain itu, sampai saat ini saya masih bekerja sebagai pelatih
renang untuk anak-anak. Dan sekarang, saya masih berusaha untuk mengejar
cita-cita saya untuk menjadi Psikolog anak dan membuat suatu Event Organizer (EO).
halo fitri, ayah saya juga mengidap gbs dan sudah sembuh setelah diinfus ivig, baru 6 bulan ini kami juga baru mengetahui bahwa adik mengidap myasthenia gravis memerlukan infus ivig atau plasmapheresis, karena keterbatasan dana untuk ivig maka keluarga memutuskan untuk melakukan plasmapheresis.
BalasHapusingin meminta bantuan fitri, apakah bisa memberikan informasi biaya cuci plasma yang fitri lakukan?
terima kasih
denny