MEMPENGARUHI PERILAKU
Definisi Pengaruh
Menurut Norman Barry, pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan yang, jika seseorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.
Kunci Perubahan Perilaku
Dalam upaya menjelaskan fenomena sosial, George Homans mengembangkan teori pertukaran berdasarkan prinsip-prinsip transaksi ekonomi, yaitu manusia menawarkan jasa/barang tertentu dengan harapan memperoleh imbalan jasa/barang lain. Interaksi sosial pun menggunakan prinsip resiprositas seperti dalam transaksi ekonomi. Artinya, individu melakukan suatu tindakan demi mendapat imbalan atau justru untuk menghindari hukuman. Perilaku individu diarahkan oleh norma sosial. Konformitas terhadap norma kelompok akan mendapat imbalan/hadiah, sedangkan penyelewengan apalagi pemberontakan terhadap norma kelompok akan menerima hukuman. Teori Homans, ini dinamakan teori perilaku pertukaran (Poloma, 1987). Bagi Homans, tujuan memperbesar keuntungan atau imbalan dan seluruh fenomena sosial dapat dianalisis sebagai bentuk-bentuk pertukaran.
- Sukses. Makin sering suatu tindakan menghasilkan imbalan/hadiah, akan makin kuat kecenderungan individu untuk melakukan tindakan tersebut. Keberhasilan memperkuat suatu tindakan. Murid/mahasiswa yang mendapat nilai baik dalam ulangan/ujiannya, jika ia belajar dengan baik akan lebih semangat dalam belajar sebelum menghadapi ulangan/ujian berikutnya.
- Stimulus. Jika dimasa lalu tindakan individu sabagai tanggapan dari suatu simulus tertentu mendapat imbalan positif, ketika stimulus serupa timbul lagi, individu cenderung mengulangi tindakan yang sama. Pengalaman masa lalu penting bagi penentuan perilaku individu. Anak yang diberi hadiah karena ia mau diperiksa giginya oleh dokter gigi, akan bersedia lagi pergi ke dokter gigi.
- Nilai. Makin tinggi harga/nilai suatu tindakan bagi individu, makin besar kemungkinan individu tersebut melakukannya. Makin tinggi nilai gelar dokter bagi seorang individu, makin besar pula motivasi untuk studi dan mencapai gelar dokter.
- Kekurangan-kejenuhan. Makin sering individu menerima imbalan tertentu, makin kecil makna imbalan tersebut baginya. Sebaliknya makin jarang imbalan diperoleh, makin besar makna imbalan itu. Proposisi ini menunjukkan relativitas nilai suatu imbalan sehubungan dengan kemudahan untuk mencapai imbalan tersebut.
- Persetujuan-agresi. Apabila seseorang tidak menerima imbalan yang diharapkan atau ia menerima hukuman diluar harapannya, ia cenderung bertindak agresif. Jika tindakan individu diberi imbalan seperti yang diharapkan atau ia tidak dihukum karenanya, ia akan setuju untuk melakukan tindakan tersebut. Unsur emosi terlihat jelas pada saat individu marah karena merasa diperlakukan tidak adil dan akan senang bila harapannya terpenuhi.
Proposisi yang diajukan oleh Homans tersebut
berkaitan dan merupakan satu kesatuan. Artinya setiap individu menentukan
setiap tindakannya dengan mempertimbangkan semua faktor yang dikemukakan dalam
proposisi tersebut. Hubungan dan kedudukan manusia dalam masyarakat harus
terjalin secara adil. Dalam proses aksi sosial, manusia mengharapkan untuk
memperoleh imbalan yang sesuai dengan pengorbanan atau biaya yang telah
dikeluarkannya.Umumnya, manusia cenderung membandingkan dirinya dengan orang
lain yang sangat berbeda dengannya. Ia juga membandingkan dirinya dengan orang
yang terlibat dalam proses pertukaran dengannya.
Model Perubahan Perilaku Dari Green
Suatu teori lain yang dikembangkan oleh Lawrence Green mengatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu faktor predisposisi, pendukung dan pendorong. Faktor predisposisi (predidposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors ) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dari kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.
Suatu teori lain yang dikembangkan oleh Lawrence Green mengatakan bahwa kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu faktor predisposisi, pendukung dan pendorong. Faktor predisposisi (predidposing factors) mencakup pengetahuan individu, sikap kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors ) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dari kemudahan untuk mencapainya, sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Green menyatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.
Model Green ini dapat digunakan untuk
menganalisis program imunisasi di Indonesia. Pemerintah menyediakan sarana obat
dan petugas imunisasi memberi penyuluhan (pendidikan kesehatan) dan mendekati
para ibu yang anaknya memerlukan imunisasi (faktor pendorong) sehingga ibu-ibu
tersebut menjadi paham mengenai pentingnya mencegah penyakit melalui imunisasi
(faktor predisposisi). Ini semua diarahkan untuk mencapai perilaku positif,
yaitu membawa anak ke posyandu, puskesmas, atau praktik dokter swasta untuk
imunisasi. Selain perilaku adapula aspek non perilaku yang dapat mempengaruhi
pencapaian kesehatan individu/masyarakat, misalnya sulitnya mencapai sarana
pelayanan kesehatan, mahalnya biaya transportasi dan pengobatan.
Wewenang dan Peran Weweanang dalam Manajemen
Bagian paling penting dari manajemen, yaitu pengambilan keputusan. Keputusan
merupakan satu pilihan dari dua atau lebih tindakan. Hal ini dapat merupakan
keputusan untuk melakukan sesuatu—“ini harus dikerjakan”—atau, kadang-kadang,
tidak melakukan sesuatu—“ini biarkan berjalan seperti sebelumnya”. Beberapa
keputusan berkenaan dengan kuantitas—“yang ini diperbanyak, uang ini dikurangi,
yang lain tidak diperlukan”; sebagian mengenai kualitas—‘cakupan yang luas,
pelayanan lebih baik”. Dalam istilah manajemen, pengambilan suatu keputusan
merupakan jawaban atas pertanyaan tentang kemungkinan perjalanan/perkembangan
suatu kegiatan, suatu jawaban yang dapat dinyatakan dengan sederhana sebagai:
ya, tidak, lebih banyak, tidak sama sekali. “saya tidak tahu” dalam konteks ini
bukan merupakan keputusan (indecision). Dengan demikian wewenang seorang anggota
timdapat didefinisikan secara sederhana sebagai keputusan yang dapat diambil
anggota tersebut. Kegagalan yang umum dalam manajemen adalah tidak adanya orang
yang jelas bertanggung jawab mengambil keputusan terhadap suatu kepentingan
yang mendesak, atau seseorang bertanggung jawab, tetapi tidak diberi wewenang
cukup untuk menjalankannya.
KEKUASAAN
Definisi Kekuasaan
Gardner mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu
kapasitas untuk memastikan hasil dari suatu keinginan untuk menghambat mereka
yang tidak mempunyai keinginan.
Sumber Kekuasaan Menurut French dan Raven
French dan Raven mengajukan lima dasar kekuasaan
interpersonal yaitu: Legitimasi, penghargaan, paksaan, ahli dan karisma.
Kekuasaan
legitimasi. Kekuasaan sah adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi sehubungan dengan posisinya. Seorang dengan posisi yang
lebih tinggi dalam organisasi mempunyai kekuasaan kepada
orang-orang yang ada dibawahnya. Kekuasaan legitimasi tidak tergantung kepada
bawahan. Seorang penyelia yang mencoba untuk memaksa pegawai untuk bekerja sama
dalam pencalonan politik favorit akan mengetahui bahwa hanya sedikit saja dari pegawai
tersebut yang akan tunduk.
Kekuasaan
Penghargaan. Pimpinan yang menggunakan kekuasaan
legitimasi dapat menggunakan penghargaan untuk memperoleh kerjasama dari
bawahan. Bawahan mungkin akan menanggapi petunjuk-petunjuk atau
permintaan-permintaan apabila pimpinan dapat menyediakan penghargaan/hadiah
yang bernilai seperti misalnya kenaikan gaji, pemberian bonus atau pelaksanaan
tugas berdasarkan pilihan misalnya seorang perawat kepala dapat memberikan
penghargaan kepada pegawainya dengan memberikan hari libur yang dimintanya atau
menaikkan pembayaran karena jasa, sehingga dapat melaksanakan kekuasaan
penghargaan ini.
Kekuasaan
Paksaan. Kekuasaan paksaan ini adalah kekuasaan dengan
hukuman. Bawahan akan tunduk karena ketakutan. Manajer bisa menghukum pegawainya
dengan menahan kenaikan pangkatnya, gajinya atau dengan melakukan gangguan.
Walaupun kekuasaan paksaan mungkin digunakan untuk memperbaiki
perilaku-perilaku tidak produktif didalam organisasi, bahkan seringkali
menghasilkan akibat-akibat yang seebaliknya. Mereka yang dihukum mungkin
berusaha untuk melarikan diri atau menghindar (dengan cara tidak hadir atau
mengganti tugas) atau memperlihatkan permusuhan pada pimpinan (melalui
sabotase).
Kekuasaan
Karisma. Karisma merupakan dasar dari kekuasaan karisma.
Seorang pemimpin yang karismatik dapat mempengaruhi orang benar-benar karena
pribadi dan tingkah laku dari pimpinan tersebut. Walaupun karisma sering
dipakai untuk orang orang politik, aktor atau tokoh-tokoh olahraga, beberapa
manajer juga disebut sebagai karismatik oleh para pegawainya.
Kekuasaan
Ahli. Seseorang yang mempunyai keahlian khusus
mempunyai nilai yang lebih tinggi. Kekuasaan ini tidak terikat pada urutan
tingkatan. Seorang sekretaris di ruang rumah sakit dapat mempunyai kekuasaan
ahli yang tinggi apabila sekretaris tersebut mengetahui dengan secara rinci
bagaimana fungsi-fungsi dan unit-unit perawatan. Seorang staf perawat, karena
telah bekerja bertahun-tahun, mungkin mempunyai lebih banyak informasi dan
keahlian spesialisasi tugas daripada perawat kepala yang baru dan karenanya ia
akan mempunyai lebih kekuasaan.
Ke lima type dari kekuasaan interpersonal
adalah saling ketergantungan karena tipe-tipe tersebut dapat dipakai dengan cara dikombinasikan dengan berbagai
cara, dan masing masing dapat mempengaruhi yang lainnya. Misalnya seorang
penyelia keperawatan dapat kehilangan kekuasaannya apabila ia menghukum stafnya
dengan membatalkan kenaikan pembayaran jasanya.
Orang menggunakan kekuasaan untuk mencapai
tujuan dan untuk memperkuat posisinya dalam organisasi. Penggunaan kekuasaan
adalah sah apabila dipakai secara adil dan dengan cara etis untuk mencapai
tujuan organisasi, kelompok dan individu. Pemimpin yang baik menghendaki
kekuasaan akan mempengaruhi tingkah laku daripada pegawai untuk suatu kebaikan
dari organisasi, bukan untuk keuntungan pribadi.
TEORI-TEORI LEADERSHIP
Definisi Leadership
TEORI-TEORI LEADERSHIP
Definisi Leadership
Menurut Hemhiel dan Coons (1957:7) bahwa
kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang akan dicapai bersama
(shared goal). Sedangkan menurut Rauch dan Behling (1984:46) menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan kearah pencapaian
tujuan. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan berarti)
terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha
yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques, 1990:281). Lebih
lanjut ditegaskan Kouzes dan Posner (1993:11) menyatakan “Leadership is a
relationship, one between contituent and leader that is based in mutual needs
and interest.” Sebagai hubungan antara anggota-anggota organisasi dan pemimpin,
maka kepemimpinan berlangsung atas adanya saling membutuhkan dan minat yang
sama dalam rangka mencapai tujuan.
Teori-teori Kepemimpinan Partisipatif
a. Teori X dan Teori Y dari Douglas Mx Gregor
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan
suatu cara bagaimana seorang pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi dan
mengendalikan bawahannya dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat
meyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif dan efisien. Dalam dunia bisnis, penerapan gaya
kepemimpinan (leadership style)
seseorang akan dapat mempengaruhi sikap dan perilaku bawahannya (para
karyawan/pegawai) dalam melakukan pekerjaan mereka. Kepemimpinan dalam suatu
organisasi terjadi karena adanya interaksi antara tiga komponen penting, yaitu
manajer, karyawan dan situasi atau kondisi lingkungan kerja tertentu.
Salah satu teori yang mampu memberikan
gambaran gaya kepemimpinan seseorang adalah teori X dan Y. Salah satu model perilaku kepemimpinan
adalah teori Xdan Y yang dikemukakan oleh Douglas McGregor. Teori X dan Y
didasarkan pada berbagai asumsi tentang para karyawan/pegawai dan bagaimana
memotivasi mereka. Berbagai asumsi yang mendasari teori X dan Y adalah:
Teori X
|
Teori Y
|
·
Karyawan cenderung tidak
suka (malas) bekerja, kalu mungkin menghindarinya
· Karyawan selalu ingin diarahkan
· Manajer harus selalu mengawasi
kerja
|
· Karyawan suka bekerja
· Karyawan yang memiliki komitmen
pada tujuan organisasi akan dapat mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri
· Karyawan belajar untuk menerima
bahkan mencari tanggung jawab pada saat bekerja |
Asumsi yang dikembangkan dalam teori X pada
dasarnya cenderung negatif dan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu
organisasi adalah gaya kepemimpinan petunjuk (directive leadership style). Gaya
kepemimpinan petunjuk sangatlah tepat diterapkan manakala karyawan yang menjadi
bawahannya tersebut cenderung pasif, malas bekerja, tidak kreatif dan tidak
inovatif. Oleh karena itu, peran pengarahan yang dilakukan oleh manajer suatu
organisasi menjadi sangatlah dominan dan penting bagi kemajuan organisasinya
tersebut. Tanpa arahan yang jelas dan baik, kinerja karyawan akan buruk,
tugas-tugas pekerjaan yang dibebankan tidak dapat diselesaikan tepat waktu, atau
kualitas penyelesaian pekerjaannya rendah. Dalam hal ini, komunikasi yang dikembangkan
antara manajer dan para karyawannya cenderung menjadi komunikasi satu arah
yaitu komunikasi dari manajer ke bawahan (top-down
comunication). Sumber kominikasi lebih didominasi oleh manajer, sehingga
bawahan cenderung hanya mengiyakan, tidak punya inisiatf, dan tinggal
melaksanakan saja tanpa memahami apa maksud dan tujuan atau latar belakang
pelaksanaan tugas tersebut.
Sementara itu asumsi yang dikembangkan dalam
teori Y pada dasarnya cenderung posirtif dan gaya kepemimpinan yang
diterapkannya adalah gaya kepemimpinan yang partisipatif (participative leadership style). Dalam teori Y di asumsikan bahwa
karyawan cenderung berperilaku positif. Karyawan pada dasarnya memiliki
semangat kerja yang tinggi, tidak malas bekerja, ingin kerja mandiri dan
memiliki komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Di
samping itu, karyawan juga memiliki kecenderungan untuk memiliki rasa tanggung
jawab yang tinggi terhadap setiap pekerjaan yang mereka kerjakan. Oleh karena
itu, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam situasi tersebut adalah gaya
kepemimpinan partisipatif dimana para karyawan dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam gaya kepemimpinan partisipatif tersebut, komunikasi yang
dikembangkan antara manajer dan bawahan adalah komunikasi dua arah. Manajer
juga memberikan
kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan
ide atau gagasan (masukan), yang sangat berharga bagi pengembangan suatu
organisasi.
Ringkasnya dalam teori X dan Y Dougls McGregor berusaha
mengungkapkan bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja dan sekaligus
bagaimana gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi lingkungan kerja
yang berbeda, termasuk bagaimana komunikasi antar pribadi (manajer dan bawahan)
tersebut dikembangkan dalam lingkungan kerjanya.
b. Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen. Rensis Likert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif.
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
c. Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum dan Scmidt
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
Mencocokkan pemimpin dengan situasi. Dengan mengetahui LPC seseorang dan nilai dari tiga dimensi kem ungkinan sebagaimana disebutkan sebelumnya, model Fiedler mencocokkan keduanya untuk mencapai efektifitas kepemimpinan yang maksimal. Berdasarkan penelitiannya, Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secara lebih baik dalam situasi yang sangat menguntungkan dan dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan mereka. Karenanya Fiedler memprediksi bahwa ketika dihadapkan dengan kategori situasi I, II, III, VII atau VIII, pemimpin yang berorientasi tugas akan bekerja secara lebih baik. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin yang berorientasi hubungan mampu bekerja dengan lebih baik dalam situasi-situasi yang cukup menguntungkan—kategori IV dan VI. Dalam beberapa tahun terakhir, Fiedler berhasil memadatkan kedelapan situasi ini menjadi tiga. Sekarang ia bisa mengatakan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas bekerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang tinggi dan rendah, sementara pemimpin yang berorientasi hubungan bekerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang moderat.
b. Teori Sistem 4 dari Rensis Likert
Teori Empat Sistem (bahasa Inggris: Four Systems Theory) adalah salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen. Rensis Likert dari Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan memanfaatkan partisipasi yang positif.
Bila seseorang memperhatikan dan memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
- Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah.
- Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu.
- Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut.
- Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian.
c. Theory of Leadership Pattern Choice dari Tannenbaum dan Scmidt
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Demokrasi (hubungan berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh bawahan. Otoriter (tugas berorientasi) pola kepemimpinan yang ditandai oleh penggunaan wewenang oleh pemimpin. Perhatikan bahwa sebagai penggunaan kekuasaan oleh bawahan meningkat (gaya demokratis) penggunaan wewenang oleh pemimpin berkurang secara proporsional.
- Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu. - Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik - Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu. - Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik. - Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan. - Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu. - Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.
d. Modern Choice Approach to Participation
Model ini mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan
yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu.Menurut teori ini, gaya kepemimpinan
yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapioleh macam keputusan yang
harus diambil. Ada tiga perangkat parameter yang penting dalam gaya kepemimpinan teori
ini, yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemu
kenalan jenis situasi pemecahan persoalan.
Model ini mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan
yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu.Menurut teori ini, gaya kepemimpinan
yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapioleh macam keputusan yang
harus diambil. Ada tiga perangkat parameter yang penting dalam gaya kepemimpinan teori
ini, yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektifitas keputusan, kriteria penemu
kenalan jenis situasi pemecahan persoalan.
e. Contingency Theory of Leadership dari Fiedler
Model kemungkinan kepemimpinan pertama yang
komprehensif dikembangkan oleh Fred Fiedler. Model kemungkinan Fiedler (Fiedler Contingency Model) menyatakan
bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada kesesuaian antara gaya
pemimpin dan sejauh mana situasi tersebut memberikan kendali kepada pemimpin
tersebut.
Mengidentifikasi gaya kepemimpinan. Fiedler
meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi
kepemimpinan yang berhasil adalah
gaya kepemimpinan dasar seorang individu. Jadi, ia mulai dengan
berusaha mencari tahu apa gaya dasar tersebut. Fiedler lalu menyusun suatu
kuesioner rekan kerja yang paling tidak disukai (least preferred
coworker—LPC—questionnaire) demi maksud ini, ia mengukur apakah seseorang
berorientasi tugas atau hubungan. Kuesioner LPC merupakan kumpulan 16 kata sifat
yang saling berlawanan (seperti menyenangkan-tidak menyenangkan, efisien-tidak efisien, terbuka-tertutup, suportif-bermusuhan). Fiedler meminta para
respondennya untuk mengingat semua rekan kerja mereka dan mendeskripsikan satu
orang diantara mereka yang paling tidak disukai
untuk mereka ajak kerja sama dengan cara memberi nilai pada orang tersebut
dengan skala 1 sampai 8 untuk tiap-tiap 16 kumpulan kata sifat yang saling
berlawanan diatas. Fiedler yakin bahwa berdasarkan jawaban-jawaban para
responden dalam kuesioner LPC ini, ia bisa menentukan gaya kepemimpinan dasar
mereka. Apabila rekan kerja yang paling tidak disukai dideskripsikan dalam
pengertian yang relatif positif (nilai LPC tinggi), responden tersebut berarti
ingin menjalin hubungan pribadi yang baik dengan rekan kerjanya itu.
Berikutnya, hal tersebut berarti bila anda mendeskripsikan orang yang paling
tidak bisa anda ajak kerja sama dengan istilah yang baik, Fiedler akan meyebut
anda sebagai orang yang berorientasi
hubungan. Sebaliknya, bila rekan kerja yang paling tidak disukai dinilai.
Dalam pengertian yang relatif tidak baik
(nilai LPC yang rendah), responden tersebut pada dasarnya tertarik pada
produktifitas dan karenanya akan disebut berorientasi
tugas. Sekitar 16% responden mendapat nilai tingkat menengah.
Individu-individu seperti ini tidak bisa diklasifikasikan sebagai orang yang
berorientasi hubungan atau tugas dan oleh karenanya jatuh diluar prediksi teori
tersebut. Dengan demikian, sisa diskusi kita berhubungan dengan 84% yang mendapat
nilai tinggi atau rendah dalam LPC mereka.
Fiedler
mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau tidak akan
berubah. Seperti akan kami tunjukkan, asumsi ini secara khusus penting karena itu
artinya bahwa bila suatu situasi membutuhkan seorang pemimpin yang berorientasi
tugas dan orang yang berada dalam posisi kepemimpinan adalah orang yang
berorientasi hubungan, situasi tersebut harus diubah atau pemimpin tersebut
harus diganti bila efektifitas yang optimal ingin dicapai.
Memahami situasinya. Setelah gaya kepemimpinan
dasar seseorang diketahui melalui LPC, yang perlu dilakukan selanjutnya adalah
mencocokkan si pemimpin dengan situasi. Fiedler mengidentifikasi tiga dimensi
kemungkinan yang menurutnya menentukan faktor-faktor situasional. Kunci yang
menentukan efekifitas kepemimpinan. Faktor-faktor tersebut adalah hubungan pemimpin-anggota,
struktur tugas, dan kekuatan posisi. Ketiganya didefinisikan sebagai berikut:
1. Hubungan pemimpin-anggota: Tingkat kepatuhan, kepercayaan dan easa hormat para
anggota terhadap pemimpin mereka.
2. Struktur tugas: Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu,
terstruktur atau tidak terstruktur).
3. Kekuatan posisi: Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel-
variabel kuas seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi dan kenaikan gaji.
1. Hubungan pemimpin-anggota: Tingkat kepatuhan, kepercayaan dan easa hormat para
anggota terhadap pemimpin mereka.
2. Struktur tugas: Tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diproseduralkan (yaitu,
terstruktur atau tidak terstruktur).
3. Kekuatan posisi: Tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin atas variabel-
variabel kuas seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan, promosi dan kenaikan gaji.
Langkah berikutnya dalam model Fiedler adalah
mengevaluasi situasi menurut tiga variabel kemungkinan ini. Apakah hubungan
pemimpin-anggota baik atau buruk, apakah struktur tugas tinggi atau rendah, dan
apakah kekuatan posisi kuat atau lemah? Fiedler menyatakan bahwa bila hubungan pemimpin anggota lebih baik, struktur pekerjaan lebih tinggi, dan kekuatan
piosisi lebih kuat, kontrol yang dimiliki oleh pemimpin tersebut pun lebih
besar. Sebagai contoh, dalam suatu situasi yang benar-benar baik ( dimana
pemimpin memiliki kontrol yang besar), terdapat seorang manajer penggajian yang
amat dihormati dan yang amat dipercayai oleh karyawan-karyawannya (hubungan pemimpin-anggota yang baik), karena berbagai aktivitas yang mestinya
dijalankannya—seperti perhitungan gaji, penulisan cek, pembuatan laporan—memang
spesifik dan jelas (struktur tugas yang tinggi), serta pekerjaan tersebut
menawarkannya kebebasan untuk memberi penghargaan dan hukuman kepada para
karyawannya (kekuatan posisi yang kuat). Sebaliknya salah satu contoh situasi yang tidak menyenangkan adalah seorang ketua yang tidak disukai oleh tim
penggalangan dana sukarela United Way. Dalam menjalankan pekejaannya, pemimpin
itu hanya memiliki sedikit kontrol. Secara keseluruhan, dengan memadukan ketiga
dimensi kemungkinan ini, akan muncul delapan situasi atau kategori yang berbeda
dimana para pemimpin bisa menemukan diri mereka.
Mencocokkan pemimpin dengan situasi. Dengan mengetahui LPC seseorang dan nilai dari tiga dimensi kem ungkinan sebagaimana disebutkan sebelumnya, model Fiedler mencocokkan keduanya untuk mencapai efektifitas kepemimpinan yang maksimal. Berdasarkan penelitiannya, Fiedler menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secara lebih baik dalam situasi yang sangat menguntungkan dan dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan mereka. Karenanya Fiedler memprediksi bahwa ketika dihadapkan dengan kategori situasi I, II, III, VII atau VIII, pemimpin yang berorientasi tugas akan bekerja secara lebih baik. Sebaliknya, pemimpin-pemimpin yang berorientasi hubungan mampu bekerja dengan lebih baik dalam situasi-situasi yang cukup menguntungkan—kategori IV dan VI. Dalam beberapa tahun terakhir, Fiedler berhasil memadatkan kedelapan situasi ini menjadi tiga. Sekarang ia bisa mengatakan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas bekerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang tinggi dan rendah, sementara pemimpin yang berorientasi hubungan bekerja sangat baik dalam situasi-situasi dengan tingkat kontrol yang moderat.
Setelah memahami temuan-temuan Fiedler
tersebut, bagaimana anda bisa menerapkannya? Yang perlu anda lakukan adalah
mencocokkan pemimpin dengan situasi. Nilai LPC seseorang akan menentukan jenis
situasi yang paling sesuai untuk mereka. “Situasi” itu sendiri akan
didefinisikan dengan cara mengevaluasi ketiga faktor kemungkinan—hubungan
pemimpin anggota, struktur tugas, dan kekuatan posisi. Tetapi ingat bahwa
Fiedler menganggap gaya kepemimpinan seseorang sebagai sesuatu yang tetap.
Karena itu, hany ada dua cara untuk meningkatkanefektifitas pemimpin.Pertama, anda bisa mengganti pemimpin tersebut agar sesuai dengan situasi yang ada—seperti dalam sebuah permainan bisbol,
seorang manajer bisa menempatkan seorang pelempar bola yang kidal atau bukan
dalam permainan, bergantung pada berbagai karakteristik situasional dari si
pemukul. Jadi, misalnya, apabila situasi kelompok dinilai sangat tidak
menguntungkan tetapi saat itu mereka tengah dipimpin oleh seorang manajer yang
berorientasi hubungan, kinerja kelompok dapat ditingkatkan dengan mengganti
manajer tersebut denganseorang manajer lain yang berorientasi tugas.
Alternatif kedua adalah mengubah situasi agar sesuai dengan sang pemimpin. Hal
tersebut bisa dilakukan dengan cara melakukan restrukturisasi tugas atau
meningkatkan atau mengurangi kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin untuk
mengontrol berbagai faktor seperti kenaikan gaji, promosi dan tindakan disipliner.
f. Path Goal Theory
Dikembangkan oleh
Robert House, teori jalan-tujuanmengambil elemen-elemen dari penelitian
kepemimpinan Ohio State University tentang struktur awal dan tenggang rasa dan
teori pengharapan motivasi.
Teori Jalan-Tujuan.
Inti dari teori jalan tujuan (path-goal theory) adalah bahwa merupakan
tugas pemimpin untuk memberikan informasi, dukungan, atau sumber -sumber daya
lain yang dibutuhkan kepada para pengikut agar mereka bisa mencapai berbagai
tujuan mereka. Istilah jalan tujuan
berasal dari keyakinan bahwa para pemimpin yang efektif semestinya bisa
menunjukkan jalan guna membantu pengikut-pengikut mereka mendapatkan hal-hal
yang mereka butuhkan demi pencapaian tujuan kerja dan mempermudah perjalanan
serta menghilangkan berbagai rintangannya.Perilaku Pemimpin.
House mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan. Pemimpin yang direktif
member tahu kepada para pengikut mengenai apa yang diharapkan dari mereka,
menentukan pekerjaan yang harus mereka selesaikan, dan memberikan bimbingan khusus
terkait dengan cara menyelesaikan berbagai tugas tersebut. Pemimpin yang suportif adalah pemimpin yang ramah dan memerhatikan
kebutuhan para pengikut. Pemimpin yang
partisipatif berunding dengan para pengikut dan menggunakan saran-saran
mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Pemimpin
yang berorientasi pencapaian menetapkan tujuan-tujuan yang besar dan
mengharapkan para pengikutnya untuk bekerja dengan sangat baik. Berlawanan
dengan Fiedler, House berasumsi bahwa pemimpin itu fleksibel dan bahwa pemimpin
yang sama bisa menampilkan satu atau seluruh perilaku ini bergantung pada
situasi yang ada.
Beragam Variabel dan
Prediksi Kemungkinan
Teori jalan-tujuan
menawarkan dua kelas variable kemungkinan yang menghubungkan perilaku
kepemimpinan dengan hasil—variabel-variabel dalam lingkungan yang berada diluar
kendali karyawan (struktur tugas, sistem otoritas formal, dan kelompok kerja)
serta berbagai variable yang merupakan bagian dari karakteristik personal karyawan (pusat
kendali, pengalaman dan kemampuan yang diyakini dimiliki). Faktor-faktor
lingkungan menentukan jenis perilaku pemimpin yang dibutuhkan sebagai pelengkap
apabila hasil pengikut ingin dimaksimalkan, sementara karakteristik personal
karyawan menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin
diinterpretasikan. Karenanya, teori ini menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan
menjadi tidak efektif bila perilaku tersebut tumpang tindih dengan
sumber-sumber struktur lingkungan atau tidak kongruen dengan karakteristik
karyawan. Sebagai contoh, berikut adalah ilustrasi prediksi-prediksi yang
didasarkan pada teori jalan-tujuan:
- Kepemimpinan direktif menghasilkan kepuasan yang lebih besar manakala tugas-tugasnya bersifat ambigu atau penuh tekanan bila dibandingkan dengan ketika tugas-tugas tersebut terstruktur sangat ketat dan diuraikan dengan sangat baik.
- Kepemimpinan yang suportif menghasilkan kinerja dan kepuasan karyawan yang tinggi ketika karyawan mengerjakan tugas-tugas yang terstruktur.
- Kepemimpinan direktif cenderung dipandang tidak efektif apabila karyawan memiliki kemampuan yang diyakini baik atau penglaman yang banyak.
- Karyawan dengan pusat kendali internal akan lebih puas dengan gaya partisipatif.
- Kepemimpinan yang berorientasi pencapaian dapat meningkatkan harapan para karyawan bahwa usaha akan menghasilkan kinerja yang tinggi ketikatugas-tugas disusun secara ambigu.
Evaluasi. Karena
kompleksitasnya, upaya untuk menguji teori jalan-tujuan ini terbukti tidak
gampang. Tinjauan terhadap petunjuk yang ada memberikan hasil yang beragam.
Sebagaimana dinyatakan dalam komentar para penyusun tinjauan ini, “hasil ini
menunjukkan bahwa kepemimpinan efektif tidak bergantung pada peniadaan hambatan
dan rintangan bagi instrumentalitas jalan karyawan seperti yang dinyatakan oleh
teori jalan-tujuan dan bahwa hakikat dari halangan ini tidak sejalan dengan
dalil teori tersebut”.Tinjauan yang lain menyimpulkan bahwa kurangnya bukti
pendukung sungguh “mengejutkan dan mengecewakan”. Kesimpulan-kesimpulan ini
diragukan oleh kalangan lain yang berpandangan bahwa pengujian yang memadai
atas teori ini belum dilakukan. Demikianlah, aman bagi kita untuk mengatakan
bahwa validitas teori jalan-tujuan ini masih diperdebatkan dan dicari. Karena
sangat rumit untuk diuji, permasalahan ini kiranya masih akan bertahan untuk
beberapa waktu yang akan datang.
MOTIVASI
Definisi Motivasi
Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliott et al (2000), motivasi didefinisikan
sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kitamencapaitujuan
tertentu dan membuat kita tetap tertarikdalam kegiatan tertentu. Menurut Uno
(2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan external dalam
diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk
melakukan kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3)
harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5)
lingkungan yang baik, serta (6) kegiatan yang menarik. Motivasi adalah sesuatu
apa yang membuat orang bertindak (Sargent, di kutip oleh Howard, 1999)
menyatakan bahwa motivasimerupakan dampak dari interaksi seseorang dengan
situasi yang dihadapinya (Siagian,2004). Motivasi menjadi suatu kekuatan,
tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri
individu untuk bergerak kearah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak di
sadari (Makmun,2003).
Teori Drive Reinforcement
Teori Dorongan–Penguatan
(Drive–Reinforcement Theory) didasarkan atas hukum pengaruh (the law of
effect) yang dikemukakan Throndike pada tahun 1911. Tingkah laku
dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah
laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang.
Penelitian terhadap pengubahan perilaku menyarankan bahwa penguatan
perilaku dengan ganjaran biasanya lebih lebih efektif dari penguatan
dengan hukuman. Menurut Teori Dorongan–Penguatan, kebiasaan akan
diperkuat bila: (1) Penguatan terjadi secepatnya setelah
tanggapan-tanggapannya dilakukan, (2) Pengalaman penguatan diulang-ulang
dalam banyak kali, dan (3) Kapasitas penguatan (ganjaran atau hukuman)
adalah besar (Wexley dan Yukl, 2005:104).
Teori Harapan
Baru-baru ini, salah
satu pekerjaan tentang motivasi yang paling diterima dimana-mana adalah teori
harapan (expectancy theory) dari
Victor Vroom. Meskipun mendapatkan kritikan, sebagian besar bukti yang ada
mendukung teori ini.
Teori harapan menunjukkan bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk
bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa
tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari
hasil itu terhadap individu tersebut. Dalam bentuk yang lebih praktis, teori
harapan mengatakan bahwa karyawan-karyawan akan termotivasi untuk mengeluarkan
tingkat usaha yang tingi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan
menghasilkan penilaian kinerja yang baik; penilaian yang baik akan menghasilkan
penghargaan-penghargaan organisasional seperti bonus, kenaikan imbalan kerja,
atau promosi; dan penghargaan-penghargaan tersebut akan memuaskan tujuan-tujuan
pribadi para karyawan. Oleh karenanya, teori tersebut berfokus pada tiga
hubungan.
- Hubungan usaha- kinerja. Kemungkinan yang dirasakan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah usaha akan menghasilkan kinerja
- Hubungan kinerja-penghargaan. Tingkat sampai mana individu tersebut yakin bahwa bekerja pada tingkat tertentu akan menghasilkan pencapaian yang diinginkan.
- bungan penghargaan—tujuan-tujuan pribadi . Tingkat sampai mana penghargaan-penghargaan organisasional memuaskan tujuan-tujuan pribadi atau kebutuhan-kebutuhan seorang individu dan daya tarik dari penghargaan-penghargaan potensial bagi individu tersebut.
Teori Tujuan
Teori
tujuan menjelaskan perilaku dari segi pengaruh tujuan-tujuan sadar
manusia. Teori ini, seperti yang dirumuskan Locke adalah suatu
penjabaran dari konsep “Tingkatan Aspirasi” Lewin dan “Proposisi” Ryan.
Premis dasar Locke menyebutkan bahwa perilaku seseorang diatur menurut
tujuan-tujuan serta maksud-maksud tujuan individunya. Kuat lemahnya
tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai
(Wexley dan Yukl, 2005:113).
Manusia
akan cenderung untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan,
apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat. Makin kabur atau
makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keenganannya untuk
berupaya.
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Penelitian yang dilakukan oleh pakar psikologi Abraham H.Maslow
menyarankan tentang bagaimana pemberi kerja dapat memotivasi para karyawan.
Teori Hierarki kebutuhan Maslow merupakan daftar dari kebutuhan manusia yang
telah diterima secara luas, dengan mendasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini:
- Kebutuhan orang-orang bergantung pada apa yang telah dimilikinya.
- Sebuah kebutuhan yang terpuaskan bukanlah sesuatu yang memotivasi; tetap hanyalah kebutuhan tak terpuaskan yang dapat mempengaruhi perilaku.
- Kebutuhan dari orang-orang ditata dalam sebuah hierarki kepentingan, ketika mereka memuaskan satu kebutuhan, setidaknya sebagian, yang lainnya muncul dan menuntut untuk dipuaskan.
- Kebutuhan fisiologis(physiological needs). Kebutuhan-kebutuhan dasar ini termasuk makanan, rumah tinggal dan pakaian. Ditempat kerja, pemberi kerja memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini dengan membayar gaji dan upah serta membangun suasana kerja yang nyaman.
- Kebutuhan akan keamanan (safety needs). Kebutuhan-kebutuhan ini mengacu pada hasrat terhadap perlindungan fisik dan ekonomis. Karyawan memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini dengan memberikan manfaat seperti program dana pensiun, keamanan kerja, dan lingkungan kerja yang aman.
- Kebutuhan sosial (social/belongingness needs). Orang-orang ingin diterima oleh keluarga dan individu-individu lain dan kelompok. Di tempat kerja, para karyawan ingin membangun hubungan baik dengan rekan kerja dan manajer mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas kelompok.
- Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) . Orang-orang senang menerima perhatian, pengakuan, dan apresiasi dari orang lain. Karyawan merasa senang ketika mereka dihargai atas kinerja yang baik dan dihormati atas kontribusi mereka.
- Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization). Kebutuhan-kebutuhan ini mendorong orang-orang untuk mencari pemenuhan kebutuhan, menyadari tentang potensi diri mereka, dan secara penuh menggunakan bakan dan kapabilitas mereka. Para karyawan dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini dengan menawarkan penugasan kerja yang kreatif dan menantang untuk peningkatan diri dengan mempertimbangkan kebaikan individu.
DAFTAR PUSTAKA
Boone, L, E. 2007. Pengantar Bisnis Kontemporer Edisi 11. Jakarta: Salemba Empat.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kurnia, Ahmad. 2011. Teori Motivasi. http://teknikkepemimpinan.blogspot.com/2011/04/teori-motivasi.html. 19 April 2011. Diakses 25 Desember 2013.
Noorkasiani. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Purwanto, D. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta:
Erlangga.
Rachmatika, Winda. 2009. Leadership. http://teorimempengaruhiperilaku.blogspot.com/2009/11 /leadership.html. 16 November 2009. Diakses 25 Desember 2013.
Robbins, S, P. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S, P. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, S, P. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12 Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Rosemary. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: EGC.
Swanburg, R, C. 1994. Pengantar Kepemimpinan
dan Manajemen Keperawatan untuk Perawat Klinis. Jakarta: EGC.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu
& Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imtima.
Tim Wikipedia. 2011. Teori Empat Sistem. http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Empat_Sistem. 24 November 2011. Diakses 25 Desember 2013.
Tombak, Anggar. Menjadi Pemimpin Kharismatik. http://www.kawandnews.com/2011/02/menjadi-pemimpin-kharismatik.html. Diakses 25 Desember 2013.
Tombak, Anggar. Menjadi Pemimpin Kharismatik. http://www.kawandnews.com/2011/02/menjadi-pemimpin-kharismatik.html. Diakses 25 Desember 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar