Sabtu, 02 Juni 2012

TEORI-TEORI EVOLUSI BIOLOGI

Teori Evolusi


A. Teori Evolusi Sebelum Darwin

     Sejarah munculnya teori-teori evolusi sebenarnya baru dimulai pada tahun 1859, dengan dipublikasikan buku On the Origin of Species, meskipun kebanyakan idea-idea Darwin kenyataannya telah ada sejak masa lampau. Kenyataan bahwa makhluk hidup beraneka ragam dan mengalami perubahan sudah teramati sejak lama, namun hal ini tidak melahirkan konsep-konsep evolusi sebagaimana yang terjadi pada masa Darwin. Parmenides menyatakan bahwa sesuatu yang terlihat adalah suatu ilusi. Berbeda dengan apa yang dikemukakan Parmenides, Heraclitus menyatakan bahwa dalam perjalanan hidupnya, makhluk hidup mengalami proses yang tetap. Teori ini dikenal dengan teori Fixise. Berasal dari kata ‘Fixed’, artinya ‘unchanging’ atau tetap, tidak berubah. Teori ini muncul satu atau dua abad sebelum teori Darwin. Pada masa itu tidak pernah dipersoalkan mengenai hubungan kekerabatan antar satu organisme dengan organisme lain. Semua kegiatan biologis dianggap tetap seperti apa adanya, tidak ada perubahan. Namun para Naturalis dan Philosohpy sering berspekulasi bahwa ada terjadi transfomasi spesies. Para ahli yang mempertanyakan kebenaran teori ‘Fixed’ misalnya: Maupertuis ilmuwan dari Prancis, kakek Charles Darwin yaitu Erasmus Darwin. Walaupun tidak ada pemikir-pemikir khusus yang mempersoalkan teori Fixed dengan penjelasan yang ilmiah bahwa spesies berubah, namun sebenarnya terdapat perhatian dan minat yang kuat berdasarkan kenyataan bahwa dapat saja satu spesies berubah menjadi spesies kedua.

      Pada 250 tahun sebelum Masehi, Anaximander (Yunani) mengemukakan bahwa manusia berasal dari makhluk yang menyerupai ikan. Pernyataan Empedocles yang berbau evolusi namun janggal kedengarannya berbunyi bahwa manusia dan juga binatang lainnya berasal dari bagian-bagian kepala, badan, dan tangan yang terpisah-pisah, yang pada makhluk tertentu ketiganya tumbuh menjadi satu, sedangkan pada makhluk lain hanya kepala dan badan yang tumbuh seperti pada ikan. Artinya ada yang pertumbuhannya lengkap dan adapula yang tidak lengkap. Teori Autogenesis merupakan teori yang berkaitan dengan proses evolusi namun dorongan evolusinya beasal dari dalam menyatakan bahwa dorongan dari dalam itulah yang lebih menentukan sedangkan lingkungan tidak memberikan pengaruh. Selain itu dikenal pula paham finalisme dan telefinalisme yang mempunyai kemiripan dengan paham vitalisme. Paham finalisme lebih menitikberatkan pada tujuan akhir, bagaimana makhluk berevolusi sampai bentuk akhir sudah dinyatakankarena adanya kekuatan trasenden, namun apa yang dimaksudkan dengan kekuatan trasenden itu tidak disebutkan. Kaum finalis tidak dapat menjelaskan proses perubahan yang ditentukan oleh kekuatan tersebut. Pada kaum vitalis jelas bahwa kekuatan trasenden itu adalah kekuatan alam yang maha hebat. Ada beberapa penganut paham lain yang mengelak terhadap adanya pengaturan atau tuntunan khusus seperti pada vitalisme Para penganut paham lain ini berpegang pada teori Orthogenesis, Nomogenesis, dan Aristogenesis yang menganggap bahwa makhluk hidup itu berubah secara evolutif dan penentu perubahan itu adalah germ plasma. Contoh: perkembangan bentuk dewasa manusia dinyatakan sudah ada sejak tingkat embrio; Warna, bentuk, letak dan bentuk putik, serta serbuk sari telah ada pada kuncup bunga. Perubahan pada kuncup menjadi bunga hanya memerlukan tenaga untuk mekarnya sang bunga. Ketiga teori ini mempunyai perbedaan yaitu: Orthogenesis menitikberatkan perkembangan makhluk hidup pada garis lurus artinya terjadi perkembangan yang semakin besar, semakin bervariasi, namun semuanya bertolak dari yang sudah ada. Nomogenesis menyatakan bahwa perkembangan hanya berlangsung sesuai dengan aturan tertentu. Untuk setiap makhluk ada aturan tertentu yang mengikat. Aristogenesis menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi adalah perubahan menuju ke yang lebih baik.

      Beberapa tokoh dan peristiwa yang mendukung dan dipandang dapat melahirkan teori evolusi antara lain Carolus Linnaeus (Swedia) yang disebut sebagai bapak Sistematik, telah berhasil memberi nama 4.235 spesies hewan dan 5.250 spesies tumbuhan menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup tersebut diciptakan dan tetap (konstan), serta tergolong makhluk pertama yang benar-benar ada. Charles Bonnet (ahli pengetahuan alam) percaya bahwa semua organisme, bahkan semua benda tak hidup mengalami proses pembentukan melalui rantai/tangga yang panjang dantek terputus, tak tersisipi. Rantai ini bermula dari mineral yang selanjutnya berkembang menjadi bentuk yang semakin kompleks seperti tumbuhan, invertebrata, ikan, burung, dsb.

      Pada zaman sebelum abad 18 yaitu 3 abad sebelum Masehi, di Yunani berkembang suatu paham bahwa organisme membentuk suatu tangga yaitu tangga kehidupan atau tangga alam. Pada tangga kehidupan ini yang berada di dasar adalah organisme yang sederhana, selanjutnya organisme yang berada di atasnya adalah organisme yang lebih sempurna. Tetapi dalam hal ini tidak disinggung hubungan antara organisme yang berada pada masing-masing anak tangga, sehingga dapat dimengerti mengapa teori evolusi tidak lahir melalui paham ini. Dikemudian hari beberapa pengikut evolusi menerima pendapat tersebut dengan melihat pandangan yang semakin maju dan semakin kompleks. Linnaeus, meskipun percaya adanya penciptaan tetapi tetap beranggapan bahwa tangga kehidupan tersebut ada. Pada abad 17, tangga kehidupan ini dibangkitkan kembali oleh Leibnitz yang mengemukakan adanya “Hukum Kesinambungan” dalam hal ini antara spesies yang satu dengan spesies lainnya ada spesies penyambungnya yang dikenal dengan spesies peralihan. Namun Leibnitz tidak berani mengemukakan adanya spesies peralihan antara manusia dan kera. Pemikiran tentang kesinambungan ini tidak juga melahirkan teori evolusi karena pandangan dan penerapannya hanya sepotong-sepotong. Cuvier (Perancis) yang mempunyai pendapat yang sama dengan Linnaeus tentang penciptaan, mengemukakan bahwa pada dasarnya evolusi itu tidak pernah terjadi. Cuvier berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari proses penciptaan, spesies itu tetap dan tidak pernah berubah. Menurut Cuvier jika sekarang ini dijumpai beragam fosil pada lapisan tanah yang berbeda maka hal itu disebabkan terjadinya bencana alam. Bencana alam inilah yang melahirkan teori Catastrophisme. Melalui teori ini Cuvier mengemukakan bahwa di bumi ini terjadi beberapa kali bencana alam yang besar. Akibat bencana ini dijumpai makhluk-makhluk yang mati dan memfosil. Fosil yang berbeda yang terletak pada strata yang berbeda adalah hasil dari suatu ciptaan baru. Lebih jauh tentang fosil yang terletak pada setiap strata oleh William Smith dikemukakan bahwa tiap strata mempunyai tipe fosil yang khas dan semakin ke bawah fosil yang dikandung semakin jauh berbeda dengan makhluk yang ada sekarang ini. Berbeda dengan yang dikemukakan Cuvier, Charles Lyell dalam bukunya “Principle of Geology” mengemukakan bahwa terjadinya strata lapisan bumi yang mengandung fosil tidak karena terjadinya bencana alam, tetapi berlangsung sedikit demi sedikit seperti yang kita alami seperti sekarang ini., dengan menggunakan teori Uniformitarianisme, yaitu teori yang menyatakan bahwa bentuk dan struktur bumi disebabkan oleh kekuatan angin, air, dan panas yang bekerja sekarang ini identik dengan yang bekerja dan mempengaruhi bentuk dan struktur bumi di masa lalu. Pendapat ini dikemudian hari memberikan sumbangan yang besar terhadap perkembangan teori evolusi.
     Erasmus Darwin pada tahun 1731 – 1802 menyatakan dalam bukunya “Zoonomia” bahwa kehidupan bermula dari asal mula yang sama. Gagasan tersebut pula yang kemudian mengilhami Charles Darwin dalam mengemukakan gagasannya pada tahun 1859. Dikemudian hari gagasan tentang diwariskannya sifat yang didapat dimunculkan oleh Jean Baptis Lamarck (1744 – 1829) dalam bukunya ‘Philosophie Zoologique”, dan dikenal dengan teori adaptasi-transformasi. Ahli lain yang sejalan dengan pendapat Lamarck adalah Count de Buffon yang menyatakan bahwa proses evolusi itu berlandaskan pada diwariskannya sifat-sifat yang di dapat. Teori ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada satupun makluk hidup yang identik. Ada dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck yaitu: Pertama, spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru. Konsep ini yang sangat berbeda dengan teori Darwin. Lamarck berpendapat bahwa dalam suatu periode tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk akibat suatu kebiasaan atau latihan. Kedua, perubahan yang terjadi tersebut dapat diturunkan.menunjukkan perbedaan teori Lamarck dan teori Darwin.

     Berpegang pada konsep yang mengatakan bahwa organ-organ baru muncul sebagai respons atas tuntutan lingkungan. Lamarck mengajukan postulat sebagai berikut: Ukuran organ sebanding dengan penggunaannya. Hal ini berarti bahwa tiap perubahan yang terjadi karena digunakan atau tidak digunakannya organ tersebut akan diwariskan kepada generasi keturunannya. Peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang akan berakibat terjadinya pembaharuan bentuk dan fungsi. Contoh yang dipakai Lamarck untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah. Ia berpendapat bahwa leher jerapah menjadi panjang akibat dari usaha atau kerja kerasnya ‘striving’ untuk mendapatkan daun-daun (makanan) yang terletak pada dahan yang tinggi. Leher yang dipanjangkan inilah yang diwariskan. Dalam hal ini Lamarck telah memperhitungkan faktor lingkungan dan memperkenalkan hukum Use and Disuse yang artinya organ yang digunakan cenderung akan berkembang sedangkan yang tidak digunakan cenderung akan menyusut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus dalam bukunya Essay on the Principle Population bahwa tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dan jumlah bahan makanan, artinya adanya perjuangan untuk hidup dimana kenaikan produksi bahan makanan menurut deret hitung sedangkan kenaikan jumlah penduduk menurut deret ukur. Teori Lamarck, oleh para ahli sejarah disebut: adaptasi-transformasi.

B. Teori Evolusi Masa Darwin

     Pada tahun 1859, Charles Darwin menerbitkan bukunya dengan judul On the Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured Races in The Struggle for Life. Dalam bukunya ini ditekankan bahwa untuk dapat bertahan hidup agar tidak punah perlu adanya perjuangan untuk hidup.

      Teori evolusi Darwin merupakan teori yang didasar atas fakta-fakta hasil observasi baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari peristiwa alam yang sesunggguhnya. Sebelumnya pada tahun 1858 Yoseph Hoken menerbitkan bukunya yang berjudul On the Tendency of Species to Form Variation, and on the Perpetuation of Varieties and Species by Natural Mean of Sleection. Buku ini diterbitkan sebagai upaya menggabungkan pendapat Charles Darwin dan Alfred Wallace.
Gagasan Charles Darwin dan Alfred Wallace tentang evolusi ditandai dengan adanya tiga observasi dan dua kesimpulan, yaitu:

Observasi : Bila tidak ada tekanan dari lingkungannya, makhluk hidup cenderung untuk memperbanyak diri seperti deret ukur.
Observasi : Dalam kondisi lapangan, meskipun anggota populasi sering berubah dalam jangka waktu yang panjang, besarnya populasi adalah tetap.
Kesimpulan : Tidak semua telur dan sperma dapat menjadi zigot. Tidak semua zigot menjadi dewasa. Tidak semua makhluk dewasa dapat bertahan dan mengadakan reproduksi. Untuk dapat bertahan perlu adanya perjuangan.

Observasi : Tidak semua anggota suatu spesies adalah sama, dengan perkataan lain terjadi variasi dalam spesies.
Kesimpulan : Dalam perjuangan untuk hidup, varian yang baik akan menikmati hasil kompetisi terhadap varian lain. Varian tersebut akan berkembang menjadi lebih banyak secara proporsional dan akan mempunyai keturunan secara proporsional pula.

      Asal mula spesies telah dipermasalahkan dengan pengertian bahwa apa yang dinamakan spesies (baru) terjadi melalui seleksi alam, dan lingkungan hidup telah diperhitungkan. Suatiu kelebihan dibandingkan dengan para pendahulunya, Charles Darwin telah menyadari bahwa makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cambridge, dan melakukan perjalanan mengelilingi dunia dengan para ahli ilmu alam melalui ekspedisi H.M.S. Beagle (1832 – 1837) dan juga pada ekspedisi Beagle yang berikutnya (1837 – 1838) ke kepulauan Galapagos, Darwin mengalami masa-masa yang paling krusial dalam kehidupannya berkenaan dengan kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi ini yang dikerjakan oleh Darwin adalah mengoleksi burung-burung (burung Finch) yang terdapat atau hidup di kepulauan Galapagos. Kenyataan yang dilihat Darwin, bahwa terdapat variasi paruh burung Finch dari satu pulau dengan pulau yang lain di kepulauan Galapagos. Awalnya, Darwin menduga bahwa semua burung Finch yang terdapat di kepulauan Galapagos adalah satu spesies, tetapi kenyataannya setiap pulau memiliki spesies berbeda. Ia menduga bahwa burung-burung finch mengalami perubahan dari suatu nenek moyang yang sama. Dari kenyataan ini Darwin menerima idea yang menyatakan bahwa spesies dapat berubah. Tahap berikutnya, ia mengemukakan teori yang dapat menjelaskan mengapa spesies berubah. Ia mencatat dalam buku catatannya bahwa ada waktu dimana organisme berjuang untuk tetap hidup (survive). Teorinya tidak hanya menjelaskan mengapa spesies berubah, tetapi juga mengapa mereka (burung finch) terbentuk berjuang untuk hidup. Perjuangan untuk hidup (struggle for existence), menghasilkan adaptasi ciri-ciri atau karakter terbaik yang dapat memunginkan organisme tersebut tetap survive kemudian menurunkan ciri-ciri tersebut ke-offspring dan secara otomatis meningkatkan frekuensi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa lingkungan tidak pernah tetap, tetapi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Gagasan evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin diilhami oleh beberapa pendahulunya, antara lain (1) Erasmus, kakek Charles Darwin, (2) Thomas Robert Malthus, ahli ekonomi, (3) Charles Lyell, yang ahli geologi, (4) Jean Baptista Lamarck.
     Erasmus Darwin dalam bukunya “Zoonomia”, menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari asal mula yang sama, dan bahwa respons fungsional akan diwariskan pada keturunannya. Thomas Robert Maltus menarik bagi Charles Darwin yang selanjutnya memunculkan kata, “perjuangan untuk hidup”. Thomas Robert Maltus mengemukakan pada bukunya “Essay On the Principle of Population as it Affect the Fulture Improvement of Man Kind”, bahwa tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dan makanan. Dari Charles Lyell, Darwin mendapat ilham tentang adanya variasi karena pengaruh alam. Dalam bukunya “Priciple of Geology” ia mengemukakan bahwa perubahan terus menerus pada bumi, masih terus berlangsung hingga kini. Walaupun gagasan Lamarck tidak disetujui Darwin sepenuhnya, ia tidak menolak gagasan Lamarck tentang diwariskannya sifat yang didapat (acquired character). Terjemahan Darwin tentang sifat yang didapat, yang lebih berbeda dengan Lamarck adalah mengenai sejarah panjang leher jerapah.
Pada dasarnya teori Darwin dapat dibedakan atas dua hal pokok yaitu konsep tentang perubahan evolutif dan konsep mengenai seleksi alam. Dalam hal ini Darwin menolak pendapat bahwa makhluk hidup adalah produk ciptaan yang tak dapat berubah. Makhluk hidup yang sekarang adalah produk dari perubahan sedikit demi sedikitdari nenek moyang/dari makhluk asal yang berbeda dengan yang sekarang. Selanjutnya seleksi alam yang menuntun terjadinya perubahan tersebut.
Konsep perubahan secara evolusi dari makhluk hidup merupakan kesimpulan Darwin dari adanya fosil-fosil yang ditemukan pada permulaan abad 19. Apa yang ditemukan tersebut berbeda dengan makhluk yang ada sekarang dan walaupun tidak sepenuhnya meyakinkan, fosil pada lapisan berbeda, berbeda pula dan dari lapisan satu ke lapisan berikutnya, terlihat adanya perubahan berkesinambungan, meskipun tidak sepenuhnya dan hanya lokasi-lokasi tertentu. Dan juga penting untuk kejelasan kesinambungan tersebut perlu pengamatan dan interpretasi yang tajam. Kesinambungan yang didasarkan pada kemiripan fosil-fosil tersebut, bagi para ahli dapat memberikan gambaran prediktif akan bentuk-bentuk fosil yang diharapkan dapat ditemukan.
Darwin telah menghabiskan waktu sekitar 20 tahun untuk mengumpulkan data lapangan yang kemudian disusunnya dalam suatu deretan fakta yang sangat banyak. Fakta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa sesungguhnya evolusi terjadi di lingkungan makhluk hidup, dan atas dasar fakta tersebut Darwin menrumuskan wawasannya tentang seleksi alam, dengan mengemukakan 2 makna wawasan yaitu adanya evolusi organik dan evolusi organik terjadi karena peristiwa seleksi alam.

1. Fakta yang menjadi dasar Teori Seleksi Alam Darwin yang dikenal sebagai prinsip-prisip seleksi alam Darwin adalah :

a. Fertilitas makhluk hidup yang tinggi

     Oleh karena tingkat kesuburan makhluk hidup yang tinggi, amka apabila tidak hambatan atas perkembangbiakan suatu spesies dalam waktu yang singkat seluruh dunia tidak akan mampu menampungnya. Akan tertapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian, dan itulah merupakan fakta yang kedua.

b. Jumlah individu secara keseluruhan yang hampir tidak berubah

      Sekalipun tingkat kesuburan tinggi namun pada kenyataannya jumlah individu tidak melonjak tanpa terkendali. Nampaknya ada faktor lain yang membatasi dan mengatur pertambahan jumlah individu seuatu spesies di satu tempat. Faktor-faktor pembatas dan yang mengatur jumlah indovidu itulah yang menyebabkan individu-individu yang berhasil tetap hidup tidak banyak jumlahnya sekalipun banyak individu turunan yang dihasilkan tetapi banyak juga yang mati. Secara keseluruhan faktor-faktor pembatas itulah yang menjadi fakta ketiga.

c. Perjuangan untuk hidup

      Supaya dapat tetap hidup setiap makhluk hidup harus “berjuang” baik secara aktif maupun pasif. Pada umumnya perjuangan untuk hidup terjadi karena adanya Persaingan, baik antar individu sespesies atupun yang berlainan spesies; Pemangsaan, termasuk juga parasitisme; Perjuangan terhadap alam lingkungan yang tidak hidup seperti iklim, dsb.

d. Keanekaragaman dan hereditas

      Makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan sangat beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut antara lain berkenaan dengan struktur, tingkah laku, maupun aktifitas. Keanekaragaman terlihat mulai dari tingkat antarfilum/antar divisi, antarklas sampai dengan atar individu se spesies bahkan anatr individu seketurunan. Tidak sedikit ciri yang menyebankan keaneragaman tersebut diturunkan kepada generasi keturunannya, artinya dari generasi ke generasi selalu terdapat keanekaragaman bahkan karena berbagai sebab keanekaragaman tersebut bertambah luas. Adanya keanekaragaman itulah yang menyebabkan keberhasilan “perjuangan untuk hidup” tidak sama antar satu individu dengan individu lainnya. Dalam hal ini ada individu yang tidak mustahil jauh lebih berhasil dari yang lainnya. Itu pula alasannya sehingga banyak individu yang mati lebih awal dan pada akhirnya individu pada generasi turunan tidak terlalu melonjak jumlahnya sekalipun individu turunan yang dihasilkan sebenarnya sangat banyak.

e. Seleksi alam

      Kenyataan terdapatnya keberhasilan “perjuangan untuk hidup” yang tidak sama antar individu disebabkan ada individu yang lebih sesuai karena memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai dari yang lainnya. Individu yang lebih sesuai inilah yang lebih berhasil dalam “perjuangan untuk hidup”. Individu yang lebih berhasil inilah yang mempunyai peluang lebih besar untuk melanjutkan keturunan dan sekaligus mewariskan ciri-cirinya pada generasi turunannya. Sebaliknya individu yang kurang berhasil lama kelamaan akan tersisih dari generasi ke generasi.

f. Lingkungan yang terus berubah

      Dalam situasi lingkungan yang terus mengalami perubahan, makhluk hidup harus terus menerus mengadakan penyesuaian melalui “perjuangan untuk hidup” yang tiada hentinya.Artinya peristiwa seleksi alam berlangsung tiada hentinya dan sebagai akibatnya pada generasi tertentu akan muncul individu yang memiliki ciri-ciri yang semakin adaptif serta spesifik bagi situasi lingkungan yang melingkupi.

2. Evolusi Organik terjadi karena peristiwa seleksi alam

     Makna utama wawasan Darwin dalam teori ini adalah bahwa evolusi organik memang terjdi, dan bahwa evolusi organik tersebut terjadi karena peristiwa seleksi alam. Dalam hubungannya dengan teori seleksi alam Darwin, terdapat kesan yang cukup kuat bahwa peristiwa seleksi alam adalah sebab utama terjadinya evolusi (G.G. Simpson, Life: An Introduction to Biology, 1957); disamping itu peristiwa seleksi alam diartikan sebagai suatu perjuangan langsung antar individu sespesies ataupun antar spesies (direct combat: C.A. Villec, General Zoology, 1978).

      Munculnya teori seleksi alam Darwin ternyata menimbulkan banyak kontroversi di kalangan para ahli biologi. Disamping itu pula mendapatkan reaksi keras dan tantangan. Sejak semula teori seleksi alam Darwin ini ditafsirkan secara keliru sebagai teori yang memperkenalkan bahwa manusia berasal dari kera. Reaksi dan tantangan masih berkelanjutan hingga sekarang dan menjadi demikian kacaunya karena reaksi agama terlebih lagi dengan munculnya buku karya Harun Yahya tentang Runtuhnya Teori Evolusi;. Dalam hal ini makna wawasan Darwin telah dipertentangkan dengan ajaran agama atas dasar persepsi yang salah. Oleh karena itu peluang munculnya pemikiran yang jernih atas teori seleksi alam Darwin berkurang atau hilang sama sekali dan pada akhirnya menutup kemungkinan ditemukannya manfaat terapan dari teori tersebut. Sangat boleh jadi diantara kita tidak sedikit yang masih mempunyai persepsi keliru atas teori seleksi alam Darwin. Sesungguhnya makna wawasan Darwin adalah berkenaan dengan kedua makna yang telah disebutkan sebelumnya dan sama sekali tidak memperkenalkan ajaran yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera. Namun demikian, sebagai suatu teori keilmuan yang berkenaan dengan perkembangan (perubahan) makhluk hidup, pada kenyataannya teori seleksi alam Darwin telah mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Hasil dari pengembangan dan penyempurnaan tersebut telah melahirkan teori/paham baru tentang seleksi alam yang lebih dikenal dengan Neo Darwinisme.

C. Teori Evolusi Genetika

     Teori ini dipelopori oleh George Mendel. Ia mengemukakan teori genetika yang menyangkut adanya sejumlah sifat yang dikode oleh satu macam gen. Dengan demikian banyaknya variasi alel menentukan kemampuan terhadap ketahanan untuk dapat terus hidup. Hanya saja pada zaman George Mendel, teori genetika belum dipahami dan belum diperkirakan dapat dimanfaatkan untuk menerangkan teori yang lain. Teori genetika mengalami stagnasi hampir selama 35 tahun sejak dikemukakan, dan baru disadari kegunaannya di awal abad ke-20.

Hukum Pertama Mendel

     Berdasarkan eksperimen persilangan yang dilakukan Mendel dengan menggunakan satu sifat beda (ingat pelajaran Genetika Dasar mengenai persilangan Monohibdira) dari tanaman kacang ercis (Pisum sativum), Mendel menarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama yang dinyatakan oleh Mendel bahwa, setiap ciri dikendalikan oleh dua macam informasi (faktor tertentu) dari parental. Satu informasi (faktor) berasal dari sel jantan dan satu informasi (faktor) yang lain berasal dari sel betina. Kedua informasi (faktor) ini yang sekarang dikenal dengan istilah gen (pembawa sifat keturunan). Mendel mengungkapkan bahwa kedua informasi (faktor) ini akan berpisah pada saat pembentukan gamet dan kemudian akan menentukan ciri-ciri atau sifat yang akan nampak pada keturunan. Sekarang konsep ini yang dikenal dengan Hukum Mendel Pertama – Hukum Segregasi.
Dari setiap ciri dalam kacang ercis yang diteliti oleh Mendel, terdapat satu ciri yang dominan sedangkan yang lainnya terpendam (resesif). Induk “galur murni” dengan ciri dominan mempunyai sepasang gen dominan (AA) yang pada saat pembentukan gamet hanya akan memberikan satu gen dominan (A). Induk “galur murni” dengan ciri terpendam mempunyai sepasang gen resesif (aa) yang pada saat pembentukan gamet hanya akan memberikan satu gen resesif (a). Dengan demikian keturunan pada generasi pertama menerima satu gen dominan dan satu gen resesif (Aa) yang menunjukkan ciri gen dominan. Bila keturunan ini berbiak sendiri menghasilkan keturunan generasi kedua, dimana sel-sel (induk jantan) dan sel-sel (induk betina) masing-masing mengandung satu gen dominan (A) dan satu gen resesif (a). Oleh karena itu, ada empat kombinasi yang mungkin terjadi yaitu: AA, Aa, Aa, dan aa. Tiga kombinasi yang pertama menghasilkan keturunan dengan ciri dominan, sedangkan kombinasi terakhir menghasilkan keturunan dengan ciri resesif

Hukum Kedua Mendel

     Mendel kemudian melakukan penyelidikan terhadap kacang ercis (Pisum zativum) dengan dua ciri atau tanda beda sekaligus, yakni bentuk benih (bundar atau keriput) dan warna benih (kuning atau hijau). Mendel melakukan persilangan antara tumbuhan yang selalu menunjukkan ciri-ciri dominan (bentuk bundar dan warna kuning) dengan tumbuhan berciri terpendam (bentuk keriput dan warna hijau). Sekali lagi, ciri terpendam (resesif) tidak muncul pada keturunan generasi pertama. Jadi, semua tumbuhan generasi pertama mempunyai ciri kuning bundar. Namun, tumbuhan generasi kedua mempunyai empat macam ciri benih yang berbeda yakni, bundar dan kuning, bundar dan hijau, keriput dan kuning, serta keriput dan hijau. Keempat macam ciri ini terbagi dalam perbandingan kira-kira 9 : 3 : 3 : 1. Mendel mengecek hasil ini dengan kombinasi dua ciri lain. Ternyata perbandingan yang sama muncul lagi. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 menunjukkan bahwa kedua ciri dari masing-masing induk tidak saling tergantung, namun dapat berpadu bebas. Hasil ini disebut Hukum kedua Mendel (Hukum Independet assorment- berpadu bebas). Eksperimen Mendel menunjukkan bahwa ketika tanaman induk membentuk sel-sel gamet jantan dan betina, semua kombinasi bahan genetik dalam keturunannya, dan selalu dalam proporsi yang sama dalam setap generasi. Informasi genetik selalu ada meskipun ciri tertentu tidak tampak di dalam beberapa generasi karena didominasi oleh gen yang lebih kuat. Dalam generasi berikut, bila ciri dominan tidak ada, maka ciri terpendam (resesif) akan muncul lagi.

Pentingnya Karya Mendel dalam Evolusi

     Temuan Mendel mempunyai implikasi penting. Karyanya membantah adanya teori percampuran dalam keturunan (The Blending Theory of Inheritance) yaitu, pemikiran bahwa ciri-ciri orang tua diwariskan kepada anak dan kemudian bercampur, lalu diwariskan ke generasi berikut dalam bentuk campuran. Di kalangan manusia, ungkapan yang menyatakan seseorang berdarah campuran, sebenarnya berawal pada teori ini.

     Eksperimen Mendel membuktikan justru kebalikannyalah yang benar; yakni faktor genetik ciri atau sifat yang diwarisi dari orang tua hanya bergabung untuk sementara waktu dalam diri anak, dan dalam generasi berikutnya faktor genetik tersebut akan pecah atau memisah lagi menjadi satuan-satuan yang ada pada induk aslinya. Teori percampuran ternyata menghasilkan keseragaman, sedangkan eksperimen Mendel menunjukkan hasil keturunan yang beragam. Berdasarkan kedua teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa teori pewarisan menurut Mendel memberi peluang kejadian evolusi biologi makluk hidup.

Sumber :
http://supeksa.wordpress.com/2012/04/20/sejarah-perkembangan-teori-evolusi-makhluk-hidup/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar