Teori Evolusi
A. Teori Evolusi Sebelum Darwin
Sejarah munculnya teori-teori evolusi sebenarnya baru dimulai pada
tahun 1859, dengan dipublikasikan buku On the Origin of Species,
meskipun kebanyakan idea-idea Darwin kenyataannya telah ada sejak masa
lampau. Kenyataan bahwa makhluk hidup beraneka ragam dan
mengalami perubahan sudah teramati sejak lama, namun hal ini tidak
melahirkan konsep-konsep evolusi sebagaimana yang terjadi pada masa
Darwin. Parmenides menyatakan bahwa sesuatu yang terlihat adalah suatu
ilusi. Berbeda dengan apa yang dikemukakan Parmenides, Heraclitus
menyatakan bahwa dalam perjalanan hidupnya, makhluk hidup mengalami proses yang tetap. Teori ini dikenal dengan teori Fixise.
Berasal dari kata ‘Fixed’, artinya ‘unchanging’ atau tetap, tidak
berubah. Teori ini muncul satu atau dua abad sebelum teori Darwin. Pada
masa itu tidak pernah dipersoalkan mengenai hubungan kekerabatan antar
satu organisme dengan organisme lain. Semua kegiatan biologis dianggap
tetap seperti apa adanya, tidak ada perubahan. Namun para Naturalis dan
Philosohpy sering berspekulasi bahwa ada terjadi transfomasi spesies.
Para ahli yang mempertanyakan kebenaran teori ‘Fixed’ misalnya:
Maupertuis ilmuwan dari Prancis, kakek Charles Darwin yaitu Erasmus
Darwin. Walaupun tidak ada pemikir-pemikir khusus yang mempersoalkan
teori Fixed dengan penjelasan yang ilmiah bahwa spesies berubah, namun
sebenarnya terdapat perhatian dan minat yang kuat berdasarkan kenyataan
bahwa dapat saja satu spesies berubah menjadi spesies kedua.
Pada 250 tahun sebelum Masehi, Anaximander (Yunani) mengemukakan bahwa
manusia berasal dari makhluk yang menyerupai ikan. Pernyataan Empedocles
yang berbau evolusi namun janggal kedengarannya berbunyi bahwa manusia
dan juga binatang lainnya berasal dari bagian-bagian kepala, badan, dan
tangan yang terpisah-pisah, yang pada makhluk tertentu ketiganya tumbuh
menjadi satu, sedangkan pada makhluk lain hanya kepala dan badan yang
tumbuh seperti pada ikan. Artinya ada yang pertumbuhannya lengkap dan
adapula yang tidak lengkap. Teori Autogenesis merupakan teori yang berkaitan dengan proses evolusi
namun dorongan evolusinya beasal dari dalam menyatakan bahwa dorongan
dari dalam itulah yang lebih menentukan sedangkan lingkungan tidak
memberikan pengaruh. Selain itu dikenal pula paham finalisme dan telefinalisme yang mempunyai
kemiripan dengan paham vitalisme. Paham finalisme lebih menitikberatkan
pada tujuan akhir, bagaimana makhluk berevolusi sampai bentuk akhir
sudah dinyatakankarena adanya kekuatan trasenden, namun apa yang
dimaksudkan dengan kekuatan trasenden itu tidak disebutkan. Kaum finalis
tidak dapat menjelaskan proses perubahan yang ditentukan oleh kekuatan
tersebut. Pada kaum vitalis jelas bahwa kekuatan trasenden itu adalah
kekuatan alam yang maha hebat. Ada beberapa penganut paham lain yang mengelak terhadap adanya
pengaturan atau tuntunan khusus seperti pada vitalisme Para penganut
paham lain ini berpegang pada teori Orthogenesis, Nomogenesis, dan
Aristogenesis yang menganggap bahwa makhluk hidup itu berubah secara
evolutif dan penentu perubahan itu adalah germ plasma. Contoh:
perkembangan bentuk dewasa manusia dinyatakan sudah ada sejak tingkat
embrio; Warna, bentuk, letak dan bentuk putik, serta serbuk sari telah
ada pada kuncup bunga. Perubahan pada kuncup menjadi bunga hanya
memerlukan tenaga untuk mekarnya sang bunga. Ketiga teori ini mempunyai perbedaan yaitu: Orthogenesis menitikberatkan
perkembangan makhluk hidup pada garis lurus artinya terjadi
perkembangan yang semakin besar, semakin bervariasi, namun semuanya
bertolak dari yang sudah ada. Nomogenesis menyatakan bahwa perkembangan
hanya berlangsung sesuai dengan aturan tertentu. Untuk setiap makhluk
ada aturan tertentu yang mengikat. Aristogenesis menyatakan bahwa
perkembangan yang terjadi adalah perubahan menuju ke yang lebih baik.
Beberapa tokoh dan peristiwa yang mendukung dan dipandang dapat
melahirkan teori evolusi antara lain Carolus Linnaeus (Swedia) yang
disebut sebagai bapak Sistematik, telah berhasil memberi nama 4.235
spesies hewan dan 5.250 spesies tumbuhan menyatakan bahwa
makhluk-makhluk hidup tersebut diciptakan dan tetap (konstan), serta
tergolong makhluk pertama yang benar-benar ada. Charles Bonnet (ahli
pengetahuan alam) percaya bahwa semua organisme, bahkan semua benda tak
hidup mengalami proses pembentukan melalui rantai/tangga yang panjang
dantek terputus, tak tersisipi. Rantai ini bermula dari mineral yang
selanjutnya berkembang menjadi bentuk yang semakin kompleks seperti
tumbuhan, invertebrata, ikan, burung, dsb.
Pada zaman sebelum abad 18 yaitu 3 abad sebelum Masehi, di Yunani
berkembang suatu paham bahwa organisme membentuk suatu tangga yaitu
tangga kehidupan atau tangga alam. Pada tangga kehidupan ini yang berada
di dasar adalah organisme yang sederhana, selanjutnya organisme yang
berada di atasnya adalah organisme yang lebih sempurna. Tetapi dalam hal
ini tidak disinggung hubungan antara organisme yang berada pada
masing-masing anak tangga, sehingga dapat dimengerti mengapa teori
evolusi tidak lahir melalui paham ini. Dikemudian hari beberapa pengikut
evolusi menerima pendapat tersebut dengan melihat pandangan yang
semakin maju dan semakin kompleks. Linnaeus, meskipun percaya adanya
penciptaan tetapi tetap beranggapan bahwa tangga kehidupan tersebut ada. Pada abad 17, tangga kehidupan ini dibangkitkan kembali oleh Leibnitz
yang mengemukakan adanya “Hukum Kesinambungan” dalam hal ini antara
spesies yang satu dengan spesies lainnya ada spesies penyambungnya yang
dikenal dengan spesies peralihan. Namun Leibnitz tidak berani
mengemukakan adanya spesies peralihan antara manusia dan kera. Pemikiran
tentang kesinambungan ini tidak juga melahirkan teori evolusi karena
pandangan dan penerapannya hanya sepotong-sepotong. Cuvier (Perancis) yang mempunyai pendapat yang sama dengan Linnaeus
tentang penciptaan, mengemukakan bahwa pada dasarnya evolusi itu tidak
pernah terjadi. Cuvier berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi
ini berasal dari proses penciptaan, spesies itu tetap dan tidak pernah
berubah. Menurut Cuvier jika sekarang ini dijumpai beragam fosil pada
lapisan tanah yang berbeda maka hal itu disebabkan terjadinya bencana
alam. Bencana alam inilah yang melahirkan teori Catastrophisme. Melalui
teori ini Cuvier mengemukakan bahwa di bumi ini terjadi beberapa kali
bencana alam yang besar. Akibat bencana ini dijumpai makhluk-makhluk
yang mati dan memfosil. Fosil yang berbeda yang terletak pada strata
yang berbeda adalah hasil dari suatu ciptaan baru. Lebih jauh tentang
fosil yang terletak pada setiap strata oleh William Smith dikemukakan
bahwa tiap strata mempunyai tipe fosil yang khas dan semakin ke bawah
fosil yang dikandung semakin jauh berbeda dengan makhluk yang ada
sekarang ini. Berbeda dengan yang dikemukakan Cuvier, Charles Lyell dalam bukunya
“Principle of Geology” mengemukakan bahwa terjadinya strata lapisan bumi
yang mengandung fosil tidak karena terjadinya bencana alam, tetapi
berlangsung sedikit demi sedikit seperti yang kita alami seperti
sekarang ini., dengan menggunakan teori Uniformitarianisme, yaitu teori
yang menyatakan bahwa bentuk dan struktur bumi disebabkan oleh kekuatan
angin, air, dan panas yang bekerja sekarang ini identik dengan yang
bekerja dan mempengaruhi bentuk dan struktur bumi di masa lalu. Pendapat
ini dikemudian hari memberikan sumbangan yang besar terhadap
perkembangan teori evolusi.
Erasmus Darwin pada tahun 1731 – 1802 menyatakan dalam bukunya
“Zoonomia” bahwa kehidupan bermula dari asal mula yang sama. Gagasan
tersebut pula yang kemudian mengilhami Charles Darwin dalam mengemukakan
gagasannya pada tahun 1859. Dikemudian hari gagasan tentang diwariskannya sifat yang didapat
dimunculkan oleh Jean Baptis Lamarck (1744 – 1829) dalam bukunya
‘Philosophie Zoologique”, dan dikenal dengan teori
adaptasi-transformasi. Ahli lain yang sejalan dengan pendapat Lamarck
adalah Count de Buffon yang menyatakan bahwa proses evolusi itu
berlandaskan pada diwariskannya sifat-sifat yang di dapat. Teori ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada satupun makluk hidup
yang identik. Ada dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck
yaitu: Pertama, spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru.
Konsep ini yang sangat berbeda dengan teori Darwin. Lamarck berpendapat
bahwa dalam suatu periode tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk
akibat suatu kebiasaan atau latihan. Kedua, perubahan yang terjadi
tersebut dapat diturunkan.menunjukkan perbedaan teori Lamarck dan teori
Darwin.
Berpegang pada konsep yang mengatakan bahwa organ-organ baru muncul
sebagai respons atas tuntutan lingkungan. Lamarck mengajukan postulat
sebagai berikut: Ukuran organ sebanding dengan penggunaannya. Hal ini
berarti bahwa tiap perubahan yang terjadi karena digunakan atau tidak
digunakannya organ tersebut akan diwariskan kepada generasi
keturunannya. Peristiwa yang terjadi secara berulang-ulang akan
berakibat terjadinya pembaharuan bentuk dan fungsi. Contoh yang dipakai
Lamarck untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah. Ia berpendapat
bahwa leher jerapah menjadi panjang akibat dari usaha atau kerja
kerasnya ‘striving’ untuk mendapatkan daun-daun (makanan) yang terletak
pada dahan yang tinggi. Leher yang dipanjangkan inilah yang diwariskan.
Dalam hal ini Lamarck telah memperhitungkan faktor lingkungan dan
memperkenalkan hukum Use and Disuse yang artinya organ yang digunakan
cenderung akan berkembang sedangkan yang tidak digunakan cenderung akan
menyusut. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Thomas Robert
Malthus dalam bukunya Essay on the Principle Population bahwa tidak ada
keseimbangan antara pertambahan penduduk dan jumlah bahan makanan,
artinya adanya perjuangan untuk hidup dimana kenaikan produksi bahan
makanan menurut deret hitung sedangkan kenaikan jumlah penduduk menurut
deret ukur. Teori Lamarck, oleh para ahli sejarah disebut:
adaptasi-transformasi.
B. Teori Evolusi Masa Darwin
Pada tahun 1859, Charles Darwin menerbitkan bukunya dengan judul On
the Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation
of Favoured Races in The Struggle for Life. Dalam bukunya ini ditekankan
bahwa untuk dapat bertahan hidup agar tidak punah perlu adanya
perjuangan untuk hidup.
Teori evolusi Darwin merupakan teori yang didasar atas fakta-fakta hasil
observasi baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari peristiwa alam
yang sesunggguhnya. Sebelumnya pada tahun 1858 Yoseph Hoken menerbitkan
bukunya yang berjudul On the Tendency of Species to Form Variation, and
on the Perpetuation of Varieties and Species by Natural Mean of
Sleection. Buku ini diterbitkan sebagai upaya menggabungkan pendapat
Charles Darwin dan Alfred Wallace.
Gagasan Charles Darwin dan Alfred Wallace tentang evolusi ditandai dengan adanya tiga observasi dan dua kesimpulan, yaitu:
Observasi : Bila tidak ada tekanan dari lingkungannya, makhluk hidup cenderung untuk memperbanyak diri seperti deret ukur.
Observasi : Dalam kondisi lapangan, meskipun anggota populasi sering
berubah dalam jangka waktu yang panjang, besarnya populasi adalah tetap.
Kesimpulan : Tidak semua telur dan sperma dapat menjadi zigot. Tidak
semua zigot menjadi dewasa. Tidak semua makhluk dewasa dapat bertahan
dan mengadakan reproduksi. Untuk dapat bertahan perlu adanya perjuangan.
Observasi : Tidak semua anggota suatu spesies adalah sama, dengan perkataan lain terjadi variasi dalam spesies.
Kesimpulan : Dalam perjuangan untuk hidup, varian yang baik akan
menikmati hasil kompetisi terhadap varian lain. Varian tersebut akan
berkembang menjadi lebih banyak secara proporsional dan akan mempunyai
keturunan secara proporsional pula.
Asal mula spesies telah dipermasalahkan dengan pengertian bahwa apa yang
dinamakan spesies (baru) terjadi melalui seleksi alam, dan lingkungan
hidup telah diperhitungkan. Suatiu kelebihan dibandingkan dengan para
pendahulunya, Charles Darwin telah menyadari bahwa makhluk hidup tidak
dapat lepas dari lingkungannya. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cambridge, dan melakukan
perjalanan mengelilingi dunia dengan para ahli ilmu alam melalui
ekspedisi H.M.S. Beagle (1832 – 1837) dan juga pada ekspedisi Beagle
yang berikutnya (1837 – 1838) ke kepulauan Galapagos, Darwin mengalami
masa-masa yang paling krusial dalam kehidupannya berkenaan dengan
kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi ini yang dikerjakan
oleh Darwin adalah mengoleksi burung-burung (burung Finch) yang terdapat
atau hidup di kepulauan Galapagos. Kenyataan yang dilihat Darwin, bahwa
terdapat variasi paruh burung Finch dari satu pulau dengan pulau yang
lain di kepulauan Galapagos. Awalnya, Darwin menduga bahwa semua burung
Finch yang terdapat di kepulauan Galapagos adalah satu spesies, tetapi
kenyataannya setiap pulau memiliki spesies berbeda. Ia menduga bahwa
burung-burung finch mengalami perubahan dari suatu nenek moyang yang
sama. Dari kenyataan ini Darwin menerima idea yang menyatakan bahwa
spesies dapat berubah. Tahap berikutnya, ia mengemukakan teori yang dapat menjelaskan mengapa
spesies berubah. Ia mencatat dalam buku catatannya bahwa ada waktu
dimana organisme berjuang untuk tetap hidup (survive). Teorinya tidak
hanya menjelaskan mengapa spesies berubah, tetapi juga mengapa mereka
(burung finch) terbentuk berjuang untuk hidup. Perjuangan untuk hidup
(struggle for existence), menghasilkan adaptasi ciri-ciri atau karakter
terbaik yang dapat memunginkan organisme tersebut tetap survive kemudian
menurunkan ciri-ciri tersebut ke-offspring dan secara otomatis
meningkatkan frekuensi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa lingkungan tidak pernah
tetap, tetapi selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Gagasan evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin diilhami oleh
beberapa pendahulunya, antara lain (1) Erasmus, kakek Charles Darwin,
(2) Thomas Robert Malthus, ahli ekonomi, (3) Charles Lyell, yang ahli
geologi, (4) Jean Baptista Lamarck.
Erasmus Darwin dalam bukunya “Zoonomia”, menyatakan bahwa kehidupan itu
berasal dari asal mula yang sama, dan bahwa respons fungsional akan
diwariskan pada keturunannya. Thomas Robert Maltus menarik bagi Charles
Darwin yang selanjutnya memunculkan kata, “perjuangan untuk hidup”. Thomas Robert Maltus mengemukakan pada bukunya “Essay On the Principle
of Population as it Affect the Fulture Improvement of Man Kind”, bahwa
tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk dan makanan. Dari Charles Lyell, Darwin mendapat ilham tentang adanya variasi karena
pengaruh alam. Dalam bukunya “Priciple of Geology” ia mengemukakan
bahwa perubahan terus menerus pada bumi, masih terus berlangsung hingga
kini. Walaupun gagasan Lamarck tidak disetujui Darwin sepenuhnya, ia tidak
menolak gagasan Lamarck tentang diwariskannya sifat yang didapat
(acquired character). Terjemahan Darwin tentang sifat yang didapat, yang
lebih berbeda dengan Lamarck adalah mengenai sejarah panjang leher
jerapah.
Pada dasarnya teori Darwin dapat dibedakan atas dua hal pokok yaitu
konsep tentang perubahan evolutif dan konsep mengenai seleksi alam.
Dalam hal ini Darwin menolak pendapat bahwa makhluk hidup adalah produk
ciptaan yang tak dapat berubah. Makhluk hidup yang sekarang adalah
produk dari perubahan sedikit demi sedikitdari nenek moyang/dari makhluk
asal yang berbeda dengan yang sekarang. Selanjutnya seleksi alam yang
menuntun terjadinya perubahan tersebut.
Konsep perubahan secara evolusi dari makhluk hidup merupakan kesimpulan
Darwin dari adanya fosil-fosil yang ditemukan pada permulaan abad 19.
Apa yang ditemukan tersebut berbeda dengan makhluk yang ada sekarang dan
walaupun tidak sepenuhnya meyakinkan, fosil pada lapisan berbeda,
berbeda pula dan dari lapisan satu ke lapisan berikutnya, terlihat
adanya perubahan berkesinambungan, meskipun tidak sepenuhnya dan hanya
lokasi-lokasi tertentu. Dan juga penting untuk kejelasan kesinambungan
tersebut perlu pengamatan dan interpretasi yang tajam. Kesinambungan
yang didasarkan pada kemiripan fosil-fosil tersebut, bagi para ahli
dapat memberikan gambaran prediktif akan bentuk-bentuk fosil yang
diharapkan dapat ditemukan.
Darwin telah menghabiskan waktu sekitar 20 tahun untuk mengumpulkan data
lapangan yang kemudian disusunnya dalam suatu deretan fakta yang sangat
banyak. Fakta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa sesungguhnya
evolusi terjadi di lingkungan makhluk hidup, dan atas dasar fakta
tersebut Darwin menrumuskan wawasannya tentang seleksi alam, dengan
mengemukakan 2 makna wawasan yaitu adanya evolusi organik dan evolusi
organik terjadi karena peristiwa seleksi alam.
1. Fakta yang menjadi dasar Teori Seleksi Alam Darwin yang dikenal sebagai prinsip-prisip seleksi alam Darwin adalah :
a. Fertilitas makhluk hidup yang tinggi
Oleh karena tingkat kesuburan makhluk hidup yang tinggi, amka apabila
tidak hambatan atas perkembangbiakan suatu spesies dalam waktu yang
singkat seluruh dunia tidak akan mampu menampungnya. Akan tertapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian, dan itulah merupakan fakta yang kedua.
b. Jumlah individu secara keseluruhan yang hampir tidak berubah
Sekalipun tingkat kesuburan tinggi namun pada kenyataannya jumlah
individu tidak melonjak tanpa terkendali. Nampaknya ada faktor lain yang
membatasi dan mengatur pertambahan jumlah individu seuatu spesies di
satu tempat. Faktor-faktor pembatas dan yang mengatur jumlah indovidu
itulah yang menyebabkan individu-individu yang berhasil tetap hidup
tidak banyak jumlahnya sekalipun banyak individu turunan yang dihasilkan
tetapi banyak juga yang mati. Secara keseluruhan faktor-faktor pembatas
itulah yang menjadi fakta ketiga.
c. Perjuangan untuk hidup
Supaya dapat tetap hidup setiap makhluk hidup harus “berjuang” baik
secara aktif maupun pasif. Pada umumnya perjuangan untuk hidup terjadi
karena adanya Persaingan, baik antar individu sespesies atupun yang
berlainan spesies; Pemangsaan, termasuk juga parasitisme; Perjuangan
terhadap alam lingkungan yang tidak hidup seperti iklim, dsb.
d. Keanekaragaman dan hereditas
Makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan sangat beraneka ragam.
Keanekaragaman tersebut antara lain berkenaan dengan struktur, tingkah
laku, maupun aktifitas. Keanekaragaman terlihat mulai dari tingkat
antarfilum/antar divisi, antarklas sampai dengan atar individu se
spesies bahkan anatr individu seketurunan. Tidak sedikit ciri yang
menyebankan keaneragaman tersebut diturunkan kepada generasi
keturunannya, artinya dari generasi ke generasi selalu terdapat
keanekaragaman bahkan karena berbagai sebab keanekaragaman tersebut
bertambah luas. Adanya keanekaragaman itulah yang menyebabkan keberhasilan “perjuangan
untuk hidup” tidak sama antar satu individu dengan individu lainnya.
Dalam hal ini ada individu yang tidak mustahil jauh lebih berhasil dari
yang lainnya. Itu pula alasannya sehingga banyak individu yang mati
lebih awal dan pada akhirnya individu pada generasi turunan tidak
terlalu melonjak jumlahnya sekalipun individu turunan yang dihasilkan
sebenarnya sangat banyak.
e. Seleksi alam
Kenyataan terdapatnya keberhasilan “perjuangan untuk hidup” yang tidak
sama antar individu disebabkan ada individu yang lebih sesuai karena
memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai dari yang lainnya. Individu yang
lebih sesuai inilah yang lebih berhasil dalam “perjuangan untuk hidup”.
Individu yang lebih berhasil inilah yang mempunyai peluang lebih besar
untuk melanjutkan keturunan dan sekaligus mewariskan ciri-cirinya pada
generasi turunannya. Sebaliknya individu yang kurang berhasil lama
kelamaan akan tersisih dari generasi ke generasi.
f. Lingkungan yang terus berubah
Dalam situasi lingkungan yang terus mengalami perubahan, makhluk hidup
harus terus menerus mengadakan penyesuaian melalui “perjuangan untuk
hidup” yang tiada hentinya.Artinya peristiwa seleksi alam berlangsung
tiada hentinya dan sebagai akibatnya pada generasi tertentu akan muncul
individu yang memiliki ciri-ciri yang semakin adaptif serta spesifik
bagi situasi lingkungan yang melingkupi.
2. Evolusi Organik terjadi karena peristiwa seleksi alam
Makna utama wawasan Darwin dalam teori ini adalah bahwa evolusi
organik memang terjdi, dan bahwa evolusi organik tersebut terjadi karena
peristiwa seleksi alam. Dalam hubungannya dengan teori seleksi alam
Darwin, terdapat kesan yang cukup kuat bahwa peristiwa seleksi alam
adalah sebab utama terjadinya evolusi (G.G. Simpson, Life: An
Introduction to Biology, 1957); disamping itu peristiwa seleksi alam
diartikan sebagai suatu perjuangan langsung antar individu sespesies
ataupun antar spesies (direct combat: C.A. Villec, General Zoology,
1978).
Munculnya teori seleksi alam Darwin ternyata menimbulkan banyak
kontroversi di kalangan para ahli biologi. Disamping itu pula
mendapatkan reaksi keras dan tantangan. Sejak semula teori seleksi alam
Darwin ini ditafsirkan secara keliru sebagai teori yang memperkenalkan
bahwa manusia berasal dari kera. Reaksi dan tantangan masih
berkelanjutan hingga sekarang dan menjadi demikian kacaunya karena
reaksi agama terlebih lagi dengan munculnya buku karya Harun Yahya
tentang Runtuhnya Teori Evolusi;. Dalam hal ini makna wawasan Darwin
telah dipertentangkan dengan ajaran agama atas dasar persepsi yang
salah. Oleh karena itu peluang munculnya pemikiran yang jernih atas
teori seleksi alam Darwin berkurang atau hilang sama sekali dan pada
akhirnya menutup kemungkinan ditemukannya manfaat terapan dari teori
tersebut. Sangat boleh jadi diantara kita tidak sedikit yang masih
mempunyai persepsi keliru atas teori seleksi alam Darwin. Sesungguhnya
makna wawasan Darwin adalah berkenaan dengan kedua makna yang telah
disebutkan sebelumnya dan sama sekali tidak memperkenalkan ajaran yang
menyatakan bahwa manusia berasal dari kera. Namun demikian, sebagai
suatu teori keilmuan yang berkenaan dengan perkembangan (perubahan)
makhluk hidup, pada kenyataannya teori seleksi alam Darwin telah
mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Hasil dari pengembangan dan
penyempurnaan tersebut telah melahirkan teori/paham baru tentang seleksi
alam yang lebih dikenal dengan Neo Darwinisme.
C. Teori Evolusi Genetika
Teori ini dipelopori oleh George Mendel. Ia mengemukakan teori
genetika yang menyangkut adanya sejumlah sifat yang dikode oleh satu
macam gen. Dengan demikian banyaknya variasi alel menentukan kemampuan
terhadap ketahanan untuk dapat terus hidup. Hanya saja pada zaman George
Mendel, teori genetika belum dipahami dan belum diperkirakan dapat
dimanfaatkan untuk menerangkan teori yang lain. Teori genetika mengalami
stagnasi hampir selama 35 tahun sejak dikemukakan, dan baru disadari
kegunaannya di awal abad ke-20.
Hukum Pertama Mendel
Berdasarkan eksperimen persilangan yang dilakukan Mendel dengan
menggunakan satu sifat beda (ingat pelajaran Genetika Dasar mengenai
persilangan Monohibdira) dari tanaman kacang ercis (Pisum sativum),
Mendel menarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan pertama yang dinyatakan
oleh Mendel bahwa, setiap ciri dikendalikan oleh dua macam informasi
(faktor tertentu) dari parental. Satu informasi (faktor) berasal dari
sel jantan dan satu informasi (faktor) yang lain berasal dari sel
betina. Kedua informasi (faktor) ini yang sekarang dikenal dengan
istilah gen (pembawa sifat keturunan). Mendel mengungkapkan bahwa kedua
informasi (faktor) ini akan berpisah pada saat pembentukan gamet dan
kemudian akan menentukan ciri-ciri atau sifat yang akan nampak pada
keturunan. Sekarang konsep ini yang dikenal dengan Hukum Mendel Pertama –
Hukum Segregasi.
Dari setiap ciri dalam kacang ercis yang diteliti oleh Mendel,
terdapat satu ciri yang dominan sedangkan yang lainnya terpendam
(resesif). Induk “galur murni” dengan ciri dominan mempunyai sepasang
gen dominan (AA) yang pada saat pembentukan gamet hanya akan memberikan
satu gen dominan (A). Induk “galur murni” dengan ciri terpendam
mempunyai sepasang gen resesif (aa) yang pada saat pembentukan gamet
hanya akan memberikan satu gen resesif (a). Dengan demikian keturunan
pada generasi pertama menerima satu gen dominan dan satu gen resesif
(Aa) yang menunjukkan ciri gen dominan. Bila keturunan ini berbiak
sendiri menghasilkan keturunan generasi kedua, dimana sel-sel (induk
jantan) dan sel-sel (induk betina) masing-masing mengandung satu gen
dominan (A) dan satu gen resesif (a). Oleh karena itu, ada empat
kombinasi yang mungkin terjadi yaitu: AA, Aa, Aa, dan aa. Tiga kombinasi
yang pertama menghasilkan keturunan dengan ciri dominan, sedangkan
kombinasi terakhir menghasilkan keturunan dengan ciri resesif
Hukum Kedua Mendel
Mendel kemudian melakukan penyelidikan terhadap kacang ercis (Pisum
zativum) dengan dua ciri atau tanda beda sekaligus, yakni bentuk benih
(bundar atau keriput) dan warna benih (kuning atau hijau). Mendel
melakukan persilangan antara tumbuhan yang selalu menunjukkan ciri-ciri
dominan (bentuk bundar dan warna kuning) dengan tumbuhan berciri
terpendam (bentuk keriput dan warna hijau). Sekali lagi, ciri terpendam
(resesif) tidak muncul pada keturunan generasi pertama. Jadi, semua
tumbuhan generasi pertama mempunyai ciri kuning bundar. Namun, tumbuhan
generasi kedua mempunyai empat macam ciri benih yang berbeda yakni,
bundar dan kuning, bundar dan hijau, keriput dan kuning, serta keriput
dan hijau. Keempat macam ciri ini terbagi dalam perbandingan kira-kira 9
: 3 : 3 : 1. Mendel mengecek hasil ini dengan
kombinasi dua ciri lain. Ternyata perbandingan yang sama muncul lagi. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 menunjukkan bahwa kedua ciri dari
masing-masing induk tidak saling tergantung, namun dapat berpadu bebas.
Hasil ini disebut Hukum kedua Mendel (Hukum Independet assorment-
berpadu bebas). Eksperimen Mendel menunjukkan bahwa ketika tanaman induk
membentuk sel-sel gamet jantan dan betina, semua kombinasi bahan
genetik dalam keturunannya, dan selalu dalam proporsi yang sama dalam
setap generasi. Informasi genetik selalu ada meskipun ciri tertentu
tidak tampak di dalam beberapa generasi karena didominasi oleh gen yang
lebih kuat. Dalam generasi berikut, bila ciri dominan tidak ada, maka
ciri terpendam (resesif) akan muncul lagi.
Pentingnya Karya Mendel dalam Evolusi
Temuan Mendel mempunyai implikasi penting. Karyanya membantah adanya
teori percampuran dalam keturunan (The Blending Theory of Inheritance)
yaitu, pemikiran bahwa ciri-ciri orang tua diwariskan kepada anak dan
kemudian bercampur, lalu diwariskan ke generasi berikut dalam bentuk
campuran. Di kalangan manusia, ungkapan yang menyatakan seseorang
berdarah campuran, sebenarnya berawal pada teori ini.
Eksperimen Mendel membuktikan justru kebalikannyalah yang benar; yakni
faktor genetik ciri atau sifat yang diwarisi dari orang tua hanya
bergabung untuk sementara waktu dalam diri anak, dan dalam generasi
berikutnya faktor genetik tersebut akan pecah atau memisah lagi menjadi
satuan-satuan yang ada pada induk aslinya. Teori
percampuran ternyata menghasilkan keseragaman, sedangkan
eksperimen Mendel menunjukkan hasil keturunan yang beragam. Berdasarkan kedua teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
teori pewarisan menurut Mendel memberi peluang kejadian evolusi biologi
makluk hidup.
Sumber :
http://supeksa.wordpress.com/2012/04/20/sejarah-perkembangan-teori-evolusi-makhluk-hidup/