Jumat, 28 Juni 2013

TUGAS 4 (RINGKASAN)

RINGKASAN



T   U   G   A   S   1


Definisi sehat menurut WHO mengandung 3 karakteristik, yaitu :
1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia.
2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif. Jadi, sehat bukan merupakan kondisi, melainkan suatu penyesuaian. Sehat bukan merupakan keadaan melainkan suatu proses. Proses disini merupakan adaptasi individu yang bukan hanya terhadap fisik mereka, melainkan terhadap lingkungan sosialnya juga.

Jadi, batasan sehat menurut WHO meliputi fisik, mental dan sosial.


Pendekatan Kesehatan Mental


1. Orientasi Klasik 

Individu dianggap sehat jika ia tidak mempunyai perilaku tertentu seperti ketegangan, rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasan tidak berguna, yang mengganggu kegiatan sehari-hari.


2. Orientasi Penyesuaian Diri 

Individu dianggap sehat secara psikologis jika ia dapat mengembangkan dirinya sendiri sesuai dengan tuntutan dari orang lain yang ada di lingkungan sekitarnya.


3. Orientasi Pengembangan Potensi

Individu dapat dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, jika ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya menuju kedewasaan.


Penyesuaian Diri Dan Pertumbuhan

Penyesuaian diri yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasi-frustrasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup.


Pertumbuhan Personal

Banyak kualitas penyesuaian diri yang baik mengandung implikasi-implikasi yang khas bagi pertumbuhan pribadi. Ide ini terkandung dalam kriteria perkembangan diri yang berarti pertumbuhan kepribadian yang terus menerus ke arah tujuan kematangan dan prestasi pribadi. Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari masa bayi sampai masa dewasa harus menjadi kemajuan tertentu ke arah kematangan yang lebih besar dalam pikiran, emosi, sikap, dan tingkah laku.


Teori Kepribadian Sehat

ALIRAN HUMANISTIK

Berikut adalah tujuh kriteria dari Allport tentang sifat-sifat khusus kepribadian yang sehat.

1. Perluasan Perasaan diri

2. Relasi Sosial yang Hangat

3. Keamanan Emosional

4. Persepsi Realistis

5. Keterampilan dan Tugas

6. Pemahaman Diri

7. Filsafat Hidup


ALIRAN PSIKOANALISA

Kepribadian sehat menurut Freud dalam aliran psikoanalisa :


1. Jika individu mengikuti pola perkembangan yang ilmiah.


2. Hasil dalam belajar dalam mengatasi kecemasan dan tekanan.


3. Kesehatan mental yang baik adalah hasil dari keseimbangan antara kinerja super ego terhadap id dan ego.


4. Pada alam pikiran tidak sadar dan kreativitas sebagai kompensasi untuk masa kanak-kanak yang traumatis.


5. Individu bersifat egois, tidak bermoral, dan tidak mau tahu kenyataan.


6. Manusia sebagai homo valens dengan berbagai dorongan dan keinginan.


7. Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang.


8. Manusia di dorong oleh dorongan seksual agresif.


9. Perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang depresi.




ALIRAN BEHAVIOURISTIK

Behaviourisme dan psikoanalisis memberikan pandangan-pandangan terbatas tentang kodrat manusia, mengabaikan puncak-puncak yang akan didaki oleh orang-orang yang memiliki potensi. Tuduhan dari pengeritik adalah bahwa behaviourisme memperlakukan manusia sebagai suatu mesin (suatu sistem kompleks yang bertingkah laku menurut cara-cara yang sesuai dengan hukum).



T   U   G   A   S   2


Teori Kepribadian Sehat

ROGERS

Rogers memusatkan perhatian pada cara-cara bagaimana penilaian orang-orang terhadap individu, khususnya selama masa kanak-kanak, cenderung memisahkan pengalaman-pengalaman organisme dan pengalaman-pengalaman diri. Rogers berkata, "Apabila individu hanya mengalami penghargaan positif tanpa syarat, maka tidak akan ada syarat-syarat penghargaan, harga diri akan menjadi tanpa syarat, kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan positif dan harga diri tidak akan berbeda dengan penilaian organismik dan individu akan terus berpenyesuaian baik secara psikologis dan akan berfungsi sepenuhnya". Tetapi karena penilaian-penilaian tingkah laku anak oleh orang tuanya dan orang lain kadang-kadang positif dan kadang-kadang negatif, maka anak belajar membedakan antara perbuatan dan perasaan yang berharga dan yang tidak berharga.


MASLOW

Lima tingkat kebutuhan dasar menurut Maslow adalah :


1. Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)

2. Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan (Self Security Needs)
 
3. Kebutuhan Mencintai dan Dicintai (Love and Belongingness Needs)
 
4. Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)


FROMM
 Ciri kepribadian sehat menurut Fromm :

1. Orang-orang yang sehat secara psikologis mengontrol kehidupan mereka secara sadar.

2. Orang yang sehat secara psikologis mengetahui diri mereka apa dan siapa.

3. Mereka bersandar kuat pada masa kini.
  4. Orang yang sehat secara psikologis tidak merindukan ketenangan dan stabilitas, tetapi mendambakan tantangan dan kegembiraan dalam kehidupan, tujuan-tujuan baru, dan pengalaman-pengalaman baru.


PENGERTIAN STRES


ARTI STRES
Stres dapat diartikan sebagai keadaan di dalam hidup seseorang yang menyebabkan ketegangan atau dysforia (kesedihan).
 

FAKTOR INDIVIDUAL DAN SOSIAL YANG MENJADI PENYEBAB STRES

Faktor Individu
Faktor Sosial dan Budaya


TIPE-TIPE STRES

Konflik
Tekanan
Frustasi 
Kecemasan


Pengertian Koping

Koping adalah tahapan khusus dari reaksi individu terhadap stresor, khususnya, suatu reaksi terhadap stresor yang menghapus, mengurangi, atau menggantikan status emosi yang diklasifikasikan sebagai penuh stres.


Jenis-jenis Koping


Lazarus dan Folkman (1984), membagi coping yang dilihat dari fungsinya menjadi dua bagian yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.
Koping yang Konstruktif (Adaptif)

Merupakan suatu kejadian dimana individu dapat mengatur berbagai tugas mempertahankan konsep diri, mempertahankan hubungan dengan orang lain, mempertahankan emosi dan pengaturan stres. Karakteristiknya sebagai berikut:
1. Dapat menceritakan secara verbal tentang perasaan.
2. Mengembangkan tujuan yang realistis.
3. Dapat mengidentifikasi sumber koping.
4. Dapat mengembangkan mekanisme koping yang efektif.
5. Mengidentifikasi alternatif strategi.
6. Memilih strategi yang tepat.
7. Menerima dukungan. 


T   U   G   A   S   3


Konsep Penyesuaian Diri

KONSEP PENYESUAIAN DIRI YANG BAIK

Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respon-respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotik adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap. Singkatnya, meskipun memiliki kekurangan-kekurangan kepribadian, orang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustrasi-frustrasi, dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku simtomatik.


VARIASI DALAM PERTUMBUHAN
Carl Rogers(1961) menyebutkan tiga aspek yang memfasilitasi pertumbuhan personal dalam suatu hubungan :
1. Keikhlasan kemampuan untuk menyadari perasaan diri sendiri, atau menyadari kenyataan

2. Menghormati keterpisahan dari orang lain-menerima orang lain   tanpa kecuali; dan

3. Keinginan yang terus menerus untuk memahami atau berempati terhadap orang lain.


Hubungan Interpersonal


MODEL-MODEL HUBUNGAN INTERPERSONAL

Menurut model ini, hubungan antar pribadi yang tidak memuaskan merupakan sumber utama penyebab tingkah laku maladaptif. Maka, menurut model interpersonal, tujuan psikoterapi adalah menolong individu keluar dari hubungan yang bersifat patogenik atau menimbulkan masalah, dan mengembangkan hubungan-hubungan baru yang lebih memuaskan.
 
 CARA MEMULAI HUBUNGAN


Karya Asch Berkembang dalam penelitian tentang Conformity (Persesuaian) dan dalam pembentukan kesan. Disini Asch menguraikan bagaimana orang mengambil makna dari informasi yang di terima. Pengaruh Psikologi Gestalt pada Asch menghasilkan dua pendapat antara lain: pertama bahwa unsur-unsur informasi yang masuk dapat berubah oleh keterkaitannya, sehingga setiap unsure bisa tampil berbeda bila berada dalam struktur yang berbeda pula. Kedua, pengenalan kembali kesadaran dan pertimbangan pada orang lain membuat jenis tanggapan kita atasnya berbeda sekali dibandingkan dengan tanggapan kita terhadap kesatuan-kesatuan lain. 
 
 
INTIMASI DAN HUBUNGAN PRIBADI

a. Menyukai (Liking)
b. Infatuasi (Infatuation)
c. Cinta yang kosong (Empty Love) 
d. Cinta Romantis (Romantic Love) 
e. Cinta Persahabatan (Companionate Love)
f. Cinta Fateus (Fateus Love) 
g. Cinta Sejati 
Menurut Sternberg, yang paling dapat dipertahankan secara langgeng-abadi ialah jenis cinta sejati (Consumate love).

DESKRIPSI CINTA DAN PERKAWINAN

Pengertian Cinta
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan. 
 
Pengertian Perkawinan  
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan definisi perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional antara suami dan istri.
 
 
SELUK BELUK HUBUNGAN DALAM PERKAWINAN
 
Aneka Problem
 
Konflik yang khas dalam interaksi pria dan wanita
Menemukan ketidakcocokan
Kebosanan
 
PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN KEMBALI 
 
Perceraian 
Perceraian, bagaimanapun dianggap sebagian orang ialah jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
 
Paul Bohannon (dalam Turner dan Helms, 1995) mengatakan bahwa ada enam tahap terjadinya proses perceraian, yaitu:

1.       Perpisahan secara emosional

2.       Perpisahan secara hokum

3.       Perpisahan secara ekonomis

4.       Perpisahan koparental (pengasuhan anak)

5.       Perpisahan komunitas dan

6.       Perpisahan dari ketergantungan

Akibat-akibat Perceraian

a) Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan hidup (laki-laki atau perempuan)
b) Pengalaman  traumatis anak-anak

c)  Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan

Penyesuaian Diri Pascaperceraian 

Dinamika emosional dalam proses penyesuaian diri individu, setelah mengalami perceraian, umumnya meliputi lima tahap, yaitu:

a)      Penolakan (denial)

b)      Kecemasan (anxiety)

c)       Melakukan tawar menawar (bargaining)

d)      Depresi dan

e)      Penerimaan (acceptance)
 
 
SINGLE LIFE

Faktor-faktor Keinginan Hidup Sendiri
a.       Masalah ideologi atau panggilan agama

b.      Trauma perceraian

c.       Tidak memperoleh jodoh

Segi-segi Positif Hidup Sendiri
 
1. Memperoleh nilai kebebasan.
2.   Kemandirian dalam pengambilan keputusan.

Segi-segi Negatif Hidup Sendiri

Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan seksual. Setiap orang yang menginjak masa dewasa muda, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dipungkiri memiliki dorongan biologis yang bersifat alamiah. Bila ia hidup sendiri, kemungkinan besar seseoang tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual.

Sabtu, 08 Juni 2013

TULISAN 3 (TUGAS 3)

CINTA DAN PERKAWINAN





DESKRIPSI CINTA DAN PERKAWINAN

         Pengertian Cinta
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.

Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.

Pengertian Perkawinan
Duvall dan Miller (1986) mendefinisikan perkawinan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri.
Menurut Undang-Undang Perkawinan Pasal 1 No 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Munandar, 2001).
Sigelman (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.
Menurut Dariyo (2003) perkawinan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama.
Gardiner & Myers (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2004) menambahkan bahwa perkawinan menyediakan keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional seperti sumber baru bagi identitas dan harga diri.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan definisi perkawinan adalah ikatan lahir dan batin yang suci antara pria dan wanita yang melibatkan hubungan seksual, hak pengasuhan anak dan adanya pembagian peran suami – istri serta adanya keintiman, komitmen, persahabatan, cinta dan kasih sayang, pemenuhan seksual, pertemanan dan kesempatan untuk pengembangan emosional antara suami dan istri.


BAGAIMANA MEMILIH PASANGAN

Memilih seorang teman hidup merupakan tugas yang maha sulit. Tidak semudah apa yang dikatakan orang: mendapat jodoh. Memang, jodoh yang baik harus dicari, dipilih dengan seksama dan bijaksana.

Bagaimanakah jodoh yang berkenan, yang cocok dapat kita cari dan pilih dari antara sekian banyak calon?


    Pada umumnya setiap orang mempunyai suatu gambaran ideal mengenai calon teman hidup itu. Seringkali gambaran ideal tidak mencakup semua aspek-aspek atau segi-segi kepribadian, akan tetapi hanya meliputi beberapa factor misalnya tinggi badan atau gantengnya saja atau mungkin juga sikap yang penuh pengertian dan lain-lain. Padahal sebagai syaratmemilih teman hidup perlu diperhatikan factor pendidikan, latar belakang kebudayaan, latar belakang keluarga, agama, kesenangan atau hobi dan sifat sifat atau kebiasaan-kebiasaan lain yang kadang-kadang nampaknya kecil tetapi sering berpengaruh besar dalam hubungan suami-isteri. Makin besar perbedaan yang terdapat di antara kedua calon, makin banyak itikad baik dan pengertian di butuhkan demi tercapainya penyesuaian dan kesesuaian. Mencari teman hidup seolah-olah harus melalui suatu proses seleksi dari beberapa calon. Calon-calon tentunya harus dipilih dari sumber yang luas dari kelompok sosial yang bermacam-macam. Hal ini hanya mungkin di capai melalui pergaulan yang luas. Pergaulan yang luas perlu supaya dan kemungkinan memperoleh seseorang yang sesuai dengan gambaran ideal lebih besar, daripada pergaulan yang terlalu terbatas.

    Memilih pasangan hidup dengan pemikiran dan pertimbangan yang bijaksana.Ini berarti bahwa pilihan betul-betul melalui proses pertimbangan dan tidak hanya berdasarkan cinta yang semata-mata dilandasi oleh nafsu birahi semata. Dalam hal ini perlu di bedakan antara cinta birahi dan kasih sayang.


Cinta birahi atau “erotic love” atau “romantic love”, sangat erat bertautan dengan keadaan luar yakni penampilan yang menggairahkan atau suasana yang merangsang nafsu birahi. Cinta demikian ini lebih mementingkan pemuasan dan kesenagan diri sendiri. Sebaliknya kasih sayang lebih bertautan dengan member sayang, member kepuasan dan kesenangan kepada orang lain.

Kasih sayang lebih banyak di tentukan oleh orangnya sendiri, oleh kesediaannya member sayang dan member kesenangan, jadi tidak terlalu dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Juga kasih sayang akan lebih menetap sifatnya, dan tidak terlalu cepat berubah. Sebaliknya pilihan yang didasarkan pada romantic love yang terlalu dipengaruhi  sifat dari luar atau segi-segi penampilan dan jasmaniah, akhirnya cepat berubah seperti halnya pada perubahan penampilan dan jasmaniah.


Pada umumnya sebelum menikah calon pengantin berada pada masa puncaknya penampilan. Baik pria maupun wanita sedang berada pada tahap perkembangan fisik yang sebaik-baiknya, bagaikan “bunga yang sedang merekah” . Sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun perubahan-perubahan jasmani  mulai terlihat. Lalu bagaimana dengan “cinta” itu, apakah juga menghilang bersamaan dengan menghilangnya kecantikan sang istri dan gantengnya sang suami? Seharusnya menghilang atau melunturnya cinta tidak boleh terjadi.


SELUK BELUK HUBUNGAN DALAM PERKAWINAN 



Melalui perkawinan, hampir setiap orang berharap akan memperoleh kebahagiaan. Namun, antara cita-cita dan kenyataan bisa berbeda. Perkawinan yang menjadi dambaan, setelah berlangsungsekian waktu, ternyata justru menjadi neraka. Kita dapat menemukan banyak pasangan benar-benar bahagia dalam perkawinan yang panjang (abadi), tetapi tak jarang menemukan perkawinan bubar ditengah jalan.


Pengalaman menyedihkan

Perceraian, meskipun frekuensinya cukup tinggi, khususnya dikalangan selebriti, bagaimanapun merupakan pengalaman yang sangat menyedihkan bagi yang mengalaminya. Baron dan Byrne (1994) dalam bukunya, Social Psychology, memaparkan temuan para peneliti mengenai akibat perceraian. Fischman menemukan adanya penderitaan emosional yang dialami baik laki-laki maupun perempuan yang perkawinannya gagal. Mereka mengalami kesepian, depresi dan perasaan marah yang relative menetap.


Beberapa peneliti lain menemukan akibat yang lebih menyedihkan pada anak-anak dari pasangan yang gagal perkawinannya: mereka merespon dengan perasaan yang sangat negative, memiliki self-esteem rendah (merasa tidak berharga), cemas, merasa tak berdaya, dan mengalami masalah dalam relasi sosial serta akademik.


Disisi lain, dalam survey-survei mengenai kebahagiaan dalam beberapa dekade, hasilnya secara konsisten menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan menikah lebih bahagia daripada yang tidak pernah menikah ataupun bercerai. Gambaran semacam ini dapat menjadi cermin, betapa kita memerlukan informasi bagaimana mengelola hubungan dalam perkawinan agar sebuah perkawinan yang telah dirajut dapat berlangsung abadi.




Aneka Problem



Ketika suatu pasangan mengakhiri suatu hubungan, yang paling sering dikemukakan sebagai alasan adalah “tidak lagi ada kecocokan” atau secara implicit dinyatakan adanya pihak ketiga (The other woman/man).

Pada dasarnya ada beberapa tipe sumber masalah dalam perkawinan. Diantaranya adalah konflik yang khas dalam relasi antara laki-laki dan perempuan, menemukan ketidakcocokan, dan kebosanan.


Konflik yang khas dalam interaksi pria dan wanita

Berdasarkan survey terhadap ribuan responden, ditemukan bahwa para wanita pada umumnya merasa sedih bila pasangannya tidak sungguh-sungguh mencintai dan melindungi secara gentle, sedangkan para pria sedih bila pasangannya menolak seksualitasnya dan mengabaikan. Penelitian lain menemukan bahwa karakteristik tertentu dapat memicu konflik, seperti emosi yang tidak stabil, tidak sensitive (unperceptive), dan juga yang dalam hubungan merasa takut di manipulasi (menjadi mudah curiga).


Menemukan ketidakcocokan

Perasaan negatif sering timbul pada pasangan yang menemukan beberapa perbedaan dalam sikap, nilai-nilai hidup, dan pilihan-pilihan lainnya. Mereka kurang mendalami persamaan yang ada disamping perbedaannya. Hal ini biasanya terjadi pada pasangan yang cintanya bertipe passionate, lebih bersandar pada emosi. Idealnya pada awal hubungan mereka sudah saling mengenali perbedaan maupun persamaan yang ada. Namun, perbedaan kadang-kadang muncul kemudian, tanpa kesempatan antisipasi. Contohnya , salah satu pasangan berpindah keyakinan agama, politik, menjadi peminum, menemukan minat tinggi terhadap kehidupan diluar rumah, dan sebagainya.


Kebosanan


Bagi sebagian orang, menjalin hubungan dalam jangka panjang dirasa membosankan. Ada pasangan-pasangan yang memutuskan untuk bercerai hanya karena terjadi kebosanan satu sama lain. Untuk menghindari kebosanan, seperti yang telah kita ketahui, sekali waktu pasangan perlu mencari stimulasi baru dalam bentuk rekreasi, makan malam special, saling berbagi hobi baru, memperbaharui praktik hubungan seksual dan sebagainya.


Dipengaruhi oleh berbagai permasalahan yang ada, pasangan-pasangan akan mengembangkankelekatan satu sama lain. Kelekatan itu berbeda-beda antara pasangan satu dengan yang lain. Tipe kelekatan ini akhirnya menentukan keberhasilan atau kegagalan hubungan perkawinan.


Hazan & Shaver (Baron & Byrne, 1994; Deaux et.al.1993) memaparkan adanya tiga tipe kelekatan, yakni Avoidant (tidak nyaman dalam kedekatan/keintiman dan kurang percaya terhadap pasangan), anxious-ambivalent (mempersepsi pasangan terlalu jauh, tidak mencintai dan ingin meninggalkan), dan secure (kesiapan utnuk berhubungan erat, merasa nyaman bergantung terhadap pasangan, dan tidak ada kekhawatiran bahwa pasangan akan meninggalkan).


Menurut penelitian, dari tiga tipe kelekatan ini ternyata hanya tipe secure yang memungkinkan pasangan untuk membina hubungan jangka panjang, bertanggung jawab, dan puas dalam hubungan.

Beberapa hal lain yang diketahui dapat mempengaruhi kegagalan dalam perkawinan diantaranya adalah: penghasilan rendah atau tidak stabil, pendidikan tidak seimbang, pengalaman perceraian sebelumnya, neurotisme, harapan akan hubungan yang tidak realistis, kurangnya  cumbu rayu, keinginan untuk mandiri, kebutuhan berkuasa terlalu tinggi pada pria, kebutuhan berprestasi terlalu tinggi pada wanita, perkawinan dini, dan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan.



PERCERAIAN DAN PERNIKAHAN KEMBALI



Perceraian



Adakalanya, perkawinannya yang telah dijalin selama beberapa waktu sebelumnya (bulan,tahun, puluhan tahun), ternyata harus diakhiri dengan pengalaman yang menyakitkan hati diantara keduanya, yaitu perceraian. Perceraian (divorce) merupakan peristiwa yang sebenarnyatidak direncanakan dan dikehendaki kedua individuyang sama-sama terikat dalam perkawinan. Perceraian, bagaimanapun dianggap sebagian orang ialah jalan terakhir yang harus ditempuh ketika hubungan perkawinan itu sudah tidak dapat dipertahankan lagi.


Dinamika Proses Perceraian


Pasangan suami istri yang akan bercerai ditandai dengan sebuah proses perpisahan. Jadi, perceraian tidak langsung menyebabkan kedua pasangan individu yang menikah itu berpisah secaratotal begitu saja (tiba-tiba). Perceraian merupakan titik kumulasi dari akumulasi berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa waktu sebelumnya. Menurut ahli psikologi perkawinan, Paul Bohannon (dalam Turner dan Helms, 1995) mengatakan bahwa ada enam tahap terjadinya proses perceraian, yaitu:

1.       Perpisahan secara emosional

2.       Perpisahan secara hokum

3.       Perpisahan secara ekonomis

4.       Perpisahan koparental (pengasuhan anak)

5.       Perpisahan komunitas dan

6.       Perpisahan dari ketergantungan



Akibat-akibat Perceraian


Individu yang telah melakukan perceraian, baik disadari maupun tidak disadari akan membawa dampak negatif. Hal-hal yang dirasakan akibat perceraian tersebut, diantaranya sebagai berikut:


a) Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan hidup (laki-laki atau perempuan)

Individu yang telah berupaya sungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan pernikahan dan ternyata harus berakhir dalam perceraian, akan dirasakan kesedihan, kekecewaan, frustasi, tidak nyaman, tidak tenteram, tidak bahagia, stress, depresi, takut dan khawatir dalam diri individu. Akibatnya individu akan memiliki sikap benci, dendam, marah, menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan mantan pasangannya. Selain itu seringkali individu yang telah bercerai tidak dapat tidur, tegang, sulit konsentrasi dalam melakukan pekerjaan, tidak berdaya dan putus asa. Kalau kondisi psikis tersebut tidak tertanggulangi dengan baik, bisa mengakibatkan gangguan psikosomatis, bunuh diri atau gangguan psikologis lainnya (psikosa/gila)



b) Pengalaman  traumatis anak-anak

Anak-anak yang ditinggalkan orangtua yang bercerai juga merasakan dampak negative. Mereka mengalami kebingungan harus ikut siapa, yaitu apakah ikut ayah atau ibu. Mereka tidak dapat melakukan proses identifikasi pada orang tua. Akibatnya tidak ada contoh positif  yang harus ditiru. Secara tidak langsung, mereka mempunyai pandangan yang negative (buruk) terhadap pernikahan. Mereka beranggapan bahwa orang dewasa itu jahat, egois, tidak bertanggung jawab, dan hanya  memikirkan diri sendiri. Kalau sudah menjadi orang dewasa, mereka akan merasa takutmencari pasangan hidupnya, takut menikah sebab merasa dibayang-bayangi kekhawatiran kalau-kalau perceraian itu juga akan terjadi pada dirinya. Ketakutan atau kekhawatiran tersebut adakalanya benar-benar terjadi menimpa diri seseorang. Akibatnya, hidup dalam pernikahan berakhirdengan perceraian juga. Akan tetapi, adakalanya tidak terjadi perceraian. Hal ini sebenarnya bergantung pada diri individu yang bersangkutan. Namun , yang jelas perceraian orang tua akan mendatangkan perasaan traumatis bagi anak-anak.



c)  Ketidakstabilan kehidupan dalam pekerjaan

Setelah bercerai, individu merasakan dampak psikologis yang tidak stabil. Ketiakstabilan psikologisditandai dengan perasaan tidak nyaman, tidak tenteram, gelisah, resah, tidak damai, tidak bahagia, merasa gagal, menyalahkan diri sendiri, kecewa, sedih, stress, takut, khawatir dan marah. Akibatnya, secara fisiologis mereka tidak dapat tidur dan tidak dapat berkonsentrasi dalam bekerja sehingga mengganggu kehidupan kerjanya, misalnya prestasi kerja menurun.



Penyesuaian Diri Pascaperceraian 

Bagi individu yang melakukan perceraian dengan eks pasangan hidupnya, mau tidak mau harus menghadapi kenyataan. Sebelum menjadi seorang individu yang hidup sendiri lagi (re-single), mereka umumnya memiliki masalah penyesuaian diri. Dinamika emosional dalam proses penyesuaian diri individu, setelah mengalami perceraian, umumnya meliputi lima tahap, yaitu:

a)      Penolakan (denial)

b)      Kecemasan (anxiety)

c)       Melakukan tawar menawar (bargaining)

d)      Depresi dan

e)      Penerimaan (acceptance)




Penyesuaian Diri Setelah Pernikahan Lagi (Remarried)


Menyesuaikan dengan pasangan yang baru bukanlah masalah yang mudah, seringkali mereka menemukan berbagai hambatankarena sebelumnya mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Bagi seorang duda, berarti dirinya memiliki pengalaman hidup bersama mantan istrinya. Sebaliknya, bagi seorang janda  telah memiliki pengalaman dengan mantan suaminya. Seperti halnya pandangan psikoanalisis Sigmund Freud (Hall dan Lindzay,1978) bahwa pengalaman masa lalu akan mempengaruhi sikap ataupun perilaku seseorang dimasa dating. Demikian pula baying-bayang pengalaman masa laku tidak dipungkiri menjadi dasar penilaian, persepsi, sikap ataupun tindakan seseorang dengan pasangan hidup barunya. Apabila seseorang (janda atau duda) memiliki pengalaman traumatis dengan mantan pasangan hidupnya terdahulu, kemungkinan persepsi yang dimiliki cenderung negative terhadap pasangan barunya. Pikiran-pikiran, prasangka atau perasaan buruk kemungkinan muncul dalam dirinya walaupun kata-kata ataupun perilaku seseorang kelihatan baik diluar. Oleh karena itu perlu pemahaman dan penerimaan masa lalu, serta dijalin komunikasi efektif  dan efisien dengan pasangan hidupnya yang baru agar tercipta kehidupan keluarga yang harmonis, rukun dan damai sentosa sampai tua.

SINGLE LIFE


Hidup sendiri (single life) merupakan salah satu pilihan hidup yang ditempuh seorang individu. Hidup sendiri berarti ia sudah memikirkan resiko yang akan timbul yang akan timbul sehingga mau tidak mau ia harus siap menanggung segala kerepotan yang muncul dalam perjalanan hidupnya.
Faktor-faktor Keinginan Hidup Sendiri
Sebagian orang menempuh cara hidup ini karena didasari oleh beberapa faktor, yaitu:
 
a.       Masalah ideologi atau panggilan agama

b.      Trauma perceraian

c.       Tidak memperoleh jodoh



Segi-segi Positif Hidup Sendiri
 
           1. Memperoleh nilai kebebasan. Individu merasa dapat menikmati kebebasan dalam melakukan berbagai aktivitas tanpa ada yang mengganggunya. Apabila ia melakukan suatu aktivitas perjalanan sampai jarak jauh dan menghabiskan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tidak ada seorang yang mengusiknya. Selain itu dengan hidup sendiri, seseorang secara bebas akan dapat mengembangkan diri demi peningkatan hidup di masa depan.


              2.   Kemandirian dalam pengambilan keputusan. Individu benar-benar merasakan kehidupan privasi. Ia dapat mengatur program kegiatan yang disukai dan menghindari (menjauhi) kegiatan yang tidak disukainya tanpa harus mempertimbangkan keputusan atau usulan orang lain.



Segi-segi Negatif Hidup Sendiri


                      Kesulitan dalam memenuhi kebutuhan seksual. Setiaporang yang menginjak masa dewasa muda, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dipungkiri memiliki dorongan biologis yang bersifat alamiah. Bila ia hidup sendiri, kemungkinan besar seseoang tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual. Oleh karena itu, dalam pandangan biologis ini,para selibater dalam gereja katolik yang tidak mapu menahan dorongan seksual tersebut, disaranka untuk keluar dan meninggalkan hidup selibat. Sebagian diantara mereka setelah mengundurkan diri secara sukarela, procedural, dan sah untuk menikah dan menjalani kehidupan sebagaimana laximnya manusia yang lain. Bahkan seorang tokoh reformator Gereja dari Jerman, Martin Luther, setelah berhasil melakukan reformasi ditubuh gereja meninggalkan hidup selibat. Ia mendobrak aturan gereja katolik tersebut. Setelah reformasi, ia sendiri menjalankan kehidupan layaknya manusia normal dan menikah.




Sumber:
Gunarsa, Singgih. 2004. Psikologi Untuk Muda Mudi. Jakarta: BPK Gunung Mulya.
Nilam. Psikologi Populer: Menuju Perkawinan Harmonis. Jakarta: Elex Media Komputindo.